Berdiri Memohon sebagai Perlambang Kehilangan Hal Besar dalam Hidup

Berdiri Memohon sebagai Perlambang Kehilangan Hal Besar dalam Hidup
INGATKAN DERITA: Dadang Christanto di antara patung-patung korban lumpur karyanya. Foto: Boy Slamet/Jawa Pos

jpnn.com - RUMAH berukuran sedang di Glagah Arum, Sidoarjo, itulah yang menjadi bengkel patung Dadang Christanto sekarang. Di sana terdapat halaman yang cukup luas. Tapi, kesannya jadi sempit. Hampir semua sisi halaman dipenuhi puluhan patung karyanya.

Rumah itu hanya ditinggalinya sementara. Hanya sampai proyek penggarapan galeri alamnya selesai. Setelah itu, dia kembali ke Brisbane, Australia. Di sanalah rumahnya. Tempat dia, istri, dan dua anaknya tinggal selama 15 tahun terakhir.

Sudah lebih dari sebulan dia menempati rumah itu. Hari-harinya dia habiskan untuk membuat patung. Dia tidak sendiri. Ada enam pegawai yang turut membantu.

Kini baru 101 patung yang dia hasilkan. Tidak ada target terhadap jumlah patung yang akan dia buat. ”Saya akan buat sebanyak-banyaknya,” kata Dadang saat ditemui Jawa Pos, Sabtu (24/5).

Setiap pagi Dadang beserta pegawainya siap untuk membuat lagi patung-patung itu. Hal pertama yang dilakukan adalah membuat adonan berbahan dasar semen.

Lalu, adonan tersebut dimasukkan ke dalam cetakan yang sudah ada. Jumlahnya empat. Semua berbentuk manusia, dua laki-laki dan dua perempuan. Tahap awal selesai, proses berikutnya dilanjutkan siang.

Saat matahari sudah meninggi, lelaki dengan rambut yang sudah mulai beruban itu kembali beraksi dengan patung-patungnya. Dia membuka cetakan pertama.

Hal tersebut memang selalu dia lakukan dua jam sekali untuk memastikan tingkat kekeringan pada adonan patung. Hal yang sama dia lakukan untuk tiga cetakan lain. ”Jika sudah kering, bisa langsung diangkat dari cetakan,” jelasnya.

RUMAH berukuran sedang di Glagah Arum, Sidoarjo, itulah yang menjadi bengkel patung Dadang Christanto sekarang. Di sana terdapat halaman yang cukup

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News