Berkaca dari Kasus ACT, Muhammadiyah Sebut Ada Pergeseran Moral sampai Kelabilan Pemerintah

Berkaca dari Kasus ACT, Muhammadiyah Sebut Ada Pergeseran Moral sampai Kelabilan Pemerintah
Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Abdul Mu’ti menilai pergeseran orientasi dan integritas dari sebagian kecil orang yang menjadi pengelola lembaga filantropi. Ilustrasi Foto: Muhammadiyah

Di sisi lain, lembaga filantropi berada di bawah Kementerian Sosial (Kemensos).

"Nah, dua rumah ini sering kali membingungkan. Apalagi mohon maaf, dalam kasus ACT itu, dia juga lembaga filantropi yang mengumpulkan zakat dan wakaf. Ini, kan, tumpang tindih," pungkasnya.

Sebelumnya, Media sosial dihebohkan dengan kabar ACT perihal isu gaji petinggi hingga ratusan juta.

Selain itu, petinggi ACT disebut menerima sejumlah fasilitas mewah dan juga disebut memotong uang donasi dan gaji karyawan.

Tagar-tagar berkaitan dengan ACT. Seperti #AksiCepatTilep ini bermunculan setelah majalah Tempo mengeluarkan laporan utama berjudul 'Kantong Bocor Dana Umat', disebutkan uang donasi miliaran rupiah dari masyarakat masuk ke kantong pribadi sejumlah petinggi lembaga tersebut.

Kemensos telah mencabut izin Penyelenggaraan Pengumpulan Uang dan Barang (PUB) lembaga filantropi itu.

Kemensos menyampaikan berdasarkan ketentuan Pasal 6 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1980 tentang Pelaksanaan Pengumpulan Sumbangan berbunyi "pembiayaan usaha pengumpulan sumbangan sebanyak-banyaknya 10% (sepuluh persen) dari hasil pengumpulan sumbangan yang bersangkutan.

Sedangkan dari hasil klarifikasi, Presiden ACT lbnu Khajar mengatakan bahwa menggunakan rata-rata 13,7 persen dari dana hasil pengumpulan uang atau barang dari masyarakat sebagai dana operasional yayasan.

Tumpang tindih aturan antara Kementerian Agama dan Kementerian Sosial yang membuat ACT melihat celah untuk menilap dana umat.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News