Berkunjung ke Ladies Market di Hongkong, PKL pun Tertata, Beberapa Kali Diumpat

Berkunjung ke Ladies Market di Hongkong, PKL pun Tertata, Beberapa Kali Diumpat
Ladies Market. FOTO: Kurniawan Muhammad/RADAR MALANG

Lokasi LM juga berada di areal yang agak kumuh dan bau. Meski demikian, stan-stan tempat para penjual menjajakan dagangannya ditata cukup rapi. Ada di sisi kanan dan kiri. 

Para pedagang di LM juga cukup bersih dan rapi dalam menjaga stan-stan mereka. Sehingga, meski lokasi LM berada di areal agak kumuh, tapi begitu masuk ke  LM, pemandangan kumuh sama sekali tidak tampak.   

Para PKL yang menempati LM jumlahnya ada sekitar seratusan pedagang. Mereka menempati areal memanjang, kira-kira satu kilometer. Jika kita mulai berjalan memasuki areal LM, jalannya lurus, hingga mentok.  

Kalau sudah sampai di penghujung stan dan ingin pulang, maka harus berbalik arah. Antara pintu masuk dan pintu keluar jadi satu.  
   
Barang-barang yang dijual di LM sangat beragam. Mulai dari aneka suvenir (gantungan kunci, tempelan yang dipasang di kulkas, kaus, dan lain-lain), makanan, pakaian, sepatu, peralatan make up, kecantikan, peralatan elektronik (tape, radio, handphone, charger handphone), hingga berbagai macam kerajinan dari kulit. Pokoknya, hampir lengkap.     

"Kebanyakan yang berjualan di sini bukan warga Hongkong. Tapi, berasal dari daerah-daerah pedesaan di Tiongkok," kata Chang Chung An, tour guide yang mendampingi rombongan kami selama berada di Hongkong.  
   
Sebelum kami masuk ke areal LM, dia lebih dulu mewanti-wanti agar kami pandai-pandai menawar.  "Kalau pinter menawar, maka Anda beruntung," kata pria paro baya ini. 
    
Benar saja. Jurus "pandai-pandai menawar", memang harus dimainkan selama berbelanja di LM. Dan seperti itulah "hukum tak tertulis" yang berlaku untuk barang dagangan yang dijual di pinggiran jalan. Kita memang harus kejam dalam menawar. Saya beberapa kali diumpat oleh pedagang di LM karena saya terlalu berani menawar.

Saya selalu menawar sepertiga dari harga yang disebutkan. Misalnya kalau si pedagang menyebut harga 150 HKD, maka saya akan mulai menawar dengan harga 50 HKD. Kalau si pedagang tetap tidak mau, tapi saya agak berminat dengan barang itu, maka akan mulai saya naikkan     tahap demi tahap, hingga separo dari harga awal. Kalau si pedagang tetap tidak mau, ya saya tinggal. 

Beberapa kali, jurus seperti ini ampuh. Baru beberapa langkah saya pergi, sudah dipanggil oleh si penjual, dan harga yang saya tawarkan disetujui.    
  
Namun, seringkali cara seperti ini gagal. Dan itu terkadang disertai dengan umpatan.    
 
Saya pun cuek-cuek saja meski diumpat dengan suara keras. Toh, saya juga tidak mengerti bahasa mereka. Saya ingin menjadi "orang yang beruntung" seperti yang dimaksud Chang Chung An tadi. Kalau memang tawaran saya diterima, ya syukur (berarti saya beruntung dapat barang dengan harga murah). 

Tapi kalau ditolak, terus ditambahi dengan umpatan, ya tidak apa-apa. Seperti itulah yang saya terapkan selama berada di areal LM.    

Di sela membanding-bandingkan mal di Hongkong, rombongan APPBI (Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia) Malang Raya mengunjungi Ladies Market.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News