Bicara di Webinar Perang Bubat, Bamsoet: Perlu Kritis Memaknai Teks Sejarah

Bicara di Webinar Perang Bubat, Bamsoet: Perlu Kritis Memaknai Teks Sejarah
Ketua MPR Bambang Soesatyo saat menjadi pembicara dalam Webinar Series Ksatriavinaya di Perang Bubat (Kewajiban Ksatria di Bubat), Kamis (26/8). Foto: Humas MPR RI.

Bamsoet mengingatkan di tahun 1928 ada peristiwa Sumpah Pemuda.

“Intelijen Belanda bisa jadi sudah mencium adanya peristiwa Sumpah Pemuda ini dari jauh-jauh hari, sehingga tidak heran jika mereka memecah belah suku bangsa sebagai bagian dari devide et impera (politik pecah belah)," kata Bamsoet lagi.

Ketua DPR ke-20 ini menjelaskan, sangat penting bagi seluruh generasi bangsa bersikap kritis dalam memaknai setiap teks sejarah. Sehingga tidak terkunci oleh sejarah masa lalu yang belum terbukti kebenarannya.

Terlebih yang sarat dengan nuansa memecah belah dan tanpa sumber yang jelas kepastiannya seperti terjadi dalam 'Kidung Sunda' dan 'Kidung Sundayana'.

Menurut Bamsoet, jika kedua kidung tersebut memang bisa dipastikan keasliannya, serta peristiwa di Bubat memang benar terjadi, generasi masa kini tidak perlu terpengaruh.

Peristiwa masa lampau cukup dijadikan pelajaran untuk mengambil hikmah merajut persatuan di masa kini dan mendatang.

"Melalui webinar ini, kita telah membangun literasi kebudayaan. Khususnya dalam mengkaji dan menelusuri kembali peristiwa Bubat, demi menemukan 'kebenaran' dalam kerangka merajut semangat persatuan dan kesatuan bangsa,” harap Bamsoet.

Dia juga berharap, terselenggaranya kegiatan ini juga dapat mereduksi perasaan saling membenci antarsesama anak bangsa yang disebabkan kurangnya kedalaman dan ketajaman analisa dalam membaca, memahami, serta memaknai berbagai rujukan dan fakta sejarah.

Ketua MPR Bambang Soesatyo menekankan pentingnya rekonsiliasi kultural dalam merekatkan relasi Sunda-Jawa sekaligus memutus sejarah kelam yang diakibatkan peristiwa perang di Bubat.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News