Bingung Biaya, Tidak Tega Lihat Fisik Anak

Bingung Biaya, Tidak Tega Lihat Fisik Anak
Bayi berkepala dua dirawat di RSUP dr Sardjito, Jogjakarta.Foto: Boks JPNN.
Pihak RSUP segera membentuk tim dokter untuk memeriksa organ dalam bayi yang belum memiliki nama tersebut. Bila semua organ bayi tidak ada kelainan, kemungkinan tidak diperlukan operasi pemisahan. "Kepala respons bagus, normal, dengan satu badan. Artinya, sampai dewasa insya Allah kondisinya seperti itu," kata Trisno.

Dokter spesialis kandungan di RSB Duta Mulya dr Tatang Mulyana SpOG menambahkan, kasus bayi paragus dicephalus conjoined twins pernah ditemukan pada 1783 di Bengal, India. Menyusul kemudian pada 1811 di Amerika Latin yang diberi nama Chang dan Eng. Pada era modern, lahir bayi dengan kasus seperti itu di AS, tepatnya di Minessota, pada 1990 dan diberi nama Abigail serta Britanny.

Di Indonesia kasus tersebut kali pertama muncul pada 2006. Bayi itu dinamai Syafitri. Kasus kedua terjadi pada 2009. Menurut Tatang, bayi dengan kelainan seperti itu membutuhkan perawatan medis secepatnya setelah dilahirkan. Itu dilakukan untuk observasi mendalam dan memastikan kondisi organ tubuh, terutama organ dalam, berfungsi dengan baik. "Ingat, ini berarti satu badan yang dikendalikan dua kepala dengan dua otak," katanya.

 

"Harus secepatnya ditangani tim ahli dan peralatan yang memadai. Sebab, mayoritas meninggal setelah dilahirkan. Kondisi anak ini baik, tapi butuh follow up. Biar tahu sejauh mana survive-nya," beber Tatang. (*/c2/agm)

EMOSI Usman, ayah bayi berkepala dua, terguncang hingga beberapa jam lamanya. Bagaimana tidak, anak kedua dari istrinya, Munjiah, yang baru lahir


Redaktur & Reporter : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News