Birokrasi Minerba Masih Karut-marut, Perlu Tata Kelola Berkelanjutan

Birokrasi Minerba Masih Karut-marut, Perlu Tata Kelola Berkelanjutan
Dosen IPDN yang juga menjabat Direktur EMP Hilir Sujono. Foto: Ist for jpnn.com

Disertasi menggunakan metode kualitatif berpikir sistem soft system methodology (SSM), yang diperkaya social network analysis (SNA) dan Teori U, untuk menggambarkan keadaan tata kelola pemerintahan, khususnya minerba berkelanjutan yang terjadi di Indonesia.

Disertasi Sujono juga diperkuat dengan analisis kuantitatif, partial least square (Pls) untuk menguji seberapa baik metode tersebut berpengaruh (sering disebut sebagai mixed methode transdisipliner).

Sujono mengambil contoh tata kelola minerba berkelanjutan yang telah dilaksanakan di negara Chile.

Negara dengan hasil tambang tembaga terbesar di dunia tersebut dianggap berhasil menjalankan sistem tata kelola minerba yang berkelanjutan.

Chile telah menjalankan sistem tata kelola minerba berkelanjutan dengan memperhatikan aspek lingkungan, pemerintahan, komunitas dan ekonomi.

“Berdasarkan penelitian kami, sistem tata kelola minerba berkelanjutan di Chile, dapat diterapkan di Indonesia dengan mempertajam pelaksanaan desentralisasi dan langkah aksi sesuai Theory U (Prof Otto Schammer, MIT). Hal ini merupakan rekonstruksi teori SMG (Sustainable mining governance)," ucapnya.

Sujono mengemukakan, disertasi titik beratnya pada tata kelola pemerintahan yang baik dengan mengambil contoh kasus di dunia minerba, sehingga penelitian yang dilakukan bisa diaplikasikan pada sektor lain pemerintahan.

"Penyelesaian berpikir secara sistem adalah cara terbaik untuk mengatasi keruwetan kehidupan sosial yang tidak terstruktur,” ucapnya.

Birokrasi minerba di Indonesia masih karut marut, karena itu pemerintah dinilai perlu melakukan tata kelola berkelanjutan.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News