Bitcoin Semakin Diterima Sebagai Aset Investasi Utama

jpnn.com, JAKARTA - Beberapa trader memperkirakan Bitcoin akan naik lebih dalam beberapa minggu mendatang lantaran meningkatnya selera risiko dan ekspektasi regulasi yang menguntungkan.
Terlebih, Bitcoin tembus $71.000, bersamaan dengan aliran masuk dana ETF Bitcoin.
CEO INDODAX, Oscar Darmawan memberikan pandangannya mengenai perkembangan ini.
"Kenaikan tajam dalam open interest dan aliran masuk ETF menunjukkan minat yang sangat tinggi dari investor institusi dan ritel terhadap Bitcoin. Ini adalah tanda yang jelas bahwa Bitcoin semakin diterima sebagai aset investasi utama. Di Indonesia sendiri, kami melihat tren serupa dengan semakin banyaknya investor yang tertarik pada Bitcoin dan aset kripto lainnya," ujar Oscar.
Oscar menambahkan kepercayaan yang semakin besar dari investor institusi terhadap Bitcoin menunjukkan bahwa aset ini semakin diakui dan dipercaya.
"Ini merupakan langkah positif menuju adopsi yang lebih luas. Di INDODAX, kami terus berusaha menyediakan platform yang aman dan terpercaya bagi para investor untuk bertransaksi aset kripto," imbuhnya.
Oscar juga mencatat regulasi yang lebih jelas dan mendukung dari pemerintah dapat semakin mendorong pertumbuhan pasar kripto di seluruh dunia.
"Kami berharap pemerintah terus memberikan perhatian pada perkembangan ini dan menyediakan kerangka regulasi yang mendukung pertumbuhan dan inovasi di sektor ini," tutur dia.
Momentum seperti ini sangat menguntungkan bagi investor yang telah berinvestasi sejak lama, karena lonjakan harga dapat terjadi sewaktu-waktu.
- Ini Salah Satu Pilihan Investasi Optimal di Tengah Tantangan Ketidakpastian Ekonomi Global
- Ketua Komisi II DPR Sebut Kemandirian Fiskal Banten Tertinggi di Indonesia pada 2024
- Rumah Mewah dan Aset Gembong Narkoba Mak Gadi Disita Polres Inhu
- Pintu Gelar Trading Competition 2025 Berhadiah Rp100 Juta, Yuk Ikutan!
- Mengenal Nonce dan Mining Difficulty dalam Penambangan Bitcoin
- Bertemu Menkeu AS, Menko Airlangga Bahas Tarif Resiprokal hingga Aksesi OECD