Bu Sri Mulyani, Pengamat Sudah Ingatkan Lho, Kenaikan PPN Berbahaya

Namun, kata Hamid, situasi ekonomi sudah mulai membaik, sehingga pemerintah mulai bergerak untuk membiayai pembangunan.
"Pilihan mengutang tidak dilakukan, tetapi menyesuaikan pajak dengan cara menaikkannya," ujar Abdul Hamid.
Hamid mengakui memang sudah seharusnya pemerintah melakukan penyesuaian PPN untuk mengimbangi insentif pajak yang sudah diberikan selama dua tahun.
"Tetapi bila tetap memberi insentif, maka akan menambah utang lagi," ungkapnya.
Selain itu, kenaikan tarif PPN satu persen atas pertimbangan harus menutupi defisit yang ada. Di sisi lain, menutup defisit dengan cara berutang, sudah tidak bisa, sebab Undang-undang mengatur hanya memperbolehkan dua tahun setelah defisit di atas tiga persen dari APBN.
"Saya kira pemerintah sudah melihat, ini masuk kuartal pertama, (tiga bulan) bahwa ekonomi sudah mulai tergerak secara baik. Pertumbuhan ekonomi pada kuartal pertama saya kira positif baik. Maka pertimbangan PPN naik satu persen dan pajak lain termasuk cukai rokok dianggap sudah bisa memikul ekonomi masyarakat," tuturnya.
Kendati demikian, dari sisi masyarakat kenaikan pajak tersebut tentu berdampak.
Menurutnya, PPN sifatnya elastis dan sensitif karena berkaitan dengan barang-barang baik itu dipakai konsumsi maupun hasil produksi.
Berbagai kalangan menyuarakan keberatan terkait kenaikan PPN yang berlaku 1 April 2022.
- PNM Tebar Beasiswa Bagi Anak Nasabah untuk Dorong Pengentasan Kemiskinan
- Gubernur Ahmad Luthfi Bakal Kembangkan Wilayah Aglomerasi Banyumas
- Ibas Ajak ASEAN Bersatu untuk Menghadapi Tantangan Besar Masa Depan Dunia
- Awal 2025 Bank Mandiri Tumbuh Sehat dan Berkelanjutan
- Safrizal ZA Sebut Rumah Layak Hunian Tingkatkan IPM dan Menggerakkan Ekonomi
- Pendiri CSIS Sebut Pemerintahan Prabowo Perlu Dinilai Berdasarkan Pencapaian Nyata