Buaya, Ular Piton, Kobra, Bermunculan di Tengah Banjir Samarinda
”Rata-rata untuk buaya adalah binatang peliharaan karena untuk di Samarinda tidak ada habitatnya. Berbeda dengan di Sangatta, Kutai Timur,” tutur Akmaludin.
Buaya milik Aban, misalnya, dipelihara di kandang yang hanya berjarak sekitar 50 meter dari rumah tetangga. Kampung tempat dia bermukim memang dikenal sebagai kampung padat penduduk.
Kawasan itu bahkan sudah sering diwacanakan untuk dibongkar karena adanya rencana normalisasi aliran Sungai Karang Mumus (SKM).
Dari sungai itu pula dulu Aban mendapatkan si buaya. Rumahnya memang berada di tepi sungai tersebut. Samarinda memang dikelilingi banyak sungai. Yang terbesar adalah Sungai Mahakam yang menjadikan Samarinda dijuluki Kota Tepian.
Untuk makan si buaya, dia mengandalkan tikus yang banyak berkeliaran di kampungnya. Juga, bangkai ayam yang dibuang ke sungai. Kebetulan rumahnya dekat Pasar Segiri, salah satu pasar tradisional modern di Kota Tepian.
”Selama ini buaya peliharaan saya tidak mengganggu warga,” katanya.
Hanya, lanjut dia, saat banjir yang sempat mencapai ketinggian 1,3 meter menerjang kawasan tempat dia tinggal, si buaya lepas dari kandang.
Itu pun tidak sampai masuk ke rumah tetangga yang terdekat dari kandang. ”Cuma di teras,” katanya.
Air banjir besar di Samarinda membawa ular dan buaya ke tengah jalan, kompleks perumahan, serta permukiman padat penduduk.
- Teror Buaya di Pantai Bikin Wisatawan Waswas
- Konflik Manusia dengan Buaya Terbanyak di Daerah ini
- Buaya Endemik Bengawan Solo Kembali Muncul di Bojonegoro, Warga Diminta Berhati-hati
- Warga Pasaman Barat Dimangsa Buaya, Tangan dan Kaki Putus
- Pemprov Babel Menyiapkan 157 Hektare untuk Kawasan Konservasi Buaya
- Kronologi Bocah 9 Tahun Diterkam Buaya