Sarasehan ke-3 Satupena: Dari Halaman ke Layar
Buku dan Film Saling Membutuhkan di Era Digital
Untuk adaptasi dari novel, Garin mengungkapkan tiga dimensi. Pertama, punya penonton sendiri (pembaca novel). Kedua, penonton akan membandingkan karya film dan novel aslinya, dan ketika, penonton bebas menilai bagus atau jeleknya film.
Bahasa Visual dan Tulisan Berbeda
Sementara itu, novelis Sekar Ayu yang sejumlah karyanya difilmkan mengaku jika dirinya melepaskan hak atas karyanya itu ke produser atau mereka yang akan mengadaptasi karyanya ke film.
Tujuannya, kata dia, agar mereka bebas membuat visual dari karya tulis yang telah dibuatnya. Apapun hasil filnya, itu karya mereka, meski basisnya dari bukunya.
“Bahasa film dan bahasa tulis itu berbeda,” katanya.
Seperti diketahui, beberapa film yang diadaptasi dari karya Sekar antara lain “Daun di Atas Bantal” yang meraih sejumlah penghargaan.
“Dalam pembuatan film itu, saya tak ikut campur, itu hak mereka,” ujar Sekar.
Dalam sarasehan ini, Sekar kembali mengungkapkan keinginannya untuk membuat film tentang tokoh musisi Betawi yang amat terkenal Ismail Marzuki yang diinspirasi dari karya berjudul “Pasar Gambir”.
Berkembangnya platform media hiburan, membuka pintu yang sangat lebar bagi karya-karya berkualitas dari mediun tulisan, baik novel, cerpen, puisi, bahkan biografi.
- Baru Tayang, 13 Bom di Jakarta jadi Film Favorit di Netflix
- Indonesia Technology Investment Summit 2024: Solusi Berkelanjutan di Era Digital
- Badan Bahasa Kemendikbudristek Bedah Dua Buku Kumpulan Puisi, Begini Penjelasannya
- Jadi Pemeran Utama di Film Temurun, Bryan Domani Akui Kesal Pada Karakternya
- Disebut Memancarkan Aura Positif, Nikita Mirzani Mengaku Mulai Jauhi Orang-orang Toxic
- Bintangi Film Menjelang Ajal, Shareefa Daanish Jalani 3 Fase Make Up