Bung Karno: Kita Bangsa Pelaut!

Bung Karno: Kita Bangsa Pelaut!
Halaman 1 koran Merdeka, edisi 28 Februari 1957. Peresmian Akademi Ilmu Pelayaran jadi foto utama. Foto: Wenri Wanhar/JPNN.com.

Bung Karno pun mengambil contoh dalam hal teknologi melaut .

“Mengenai laut, yah perahu-perahu yang bersayap. Out-wriggled boats, kata orang Belanda vlerkprauwen. Out-wriggled boats, saudara tidak akan temukan perahu bersayap itu misalnya di Amerika atau di Polandia atau di Jepang atau di Eropa, tidak. Saudara akan temukan out-wriggled boats, vlerkprauwen, perahu sayap di Madagaskar, di Kepulauan Indonesia, di Polynesia sampai pulau Paskah. Ini semua menunjukkan bahwa kita itu adalah sebenarnya satu gugusan bangsa, antara Madagaskar dan pulau Paskah.”

Dulu, lanjut Bung Karno, kita betul-betul laksana sea hawk, sacral bahar, saker elbaher, havik van de zee, hawk on the sea. Hawk on the sea, kita terbang dari satu pulau ke pulau lain.

Namun, “belakangan kita menjadi satu bangsa yang berdiam adem-adem di lereng-lereng gunung. Belakangan, saudara-saudara, tatkala kita terdesak dari pantai-pantai oleh bangsa asing yang mendiami pantai-pantai kita, kita menjadi bangsa yang hidup adem tentrem di lereng-lereng gunung, adem tentrem kadiya siniram banyu wayu sewindu lawas.”

Lebih jauh lagi, Bung Karno merawi legenda dan merumuskan kode-kode rahasia semiotiknya.

“Tahukah saudara-saudara, menurut dongeng Sang Mahapatih Gajahmada itu matinya di mana?” Presiden Indonesia pertama membuka tanya. Semua diam.

“Coba buka buku sejarah kita. Tanya kepada ahli sejarah kita, di mana Gajahmada mati? Tidak ada seorang bisa menjawab. Tetapi dongeng, mitologi, mitologi kita, mitos kita berkata, Gajahmada kembali ke laut, hilang di laut atau menghilang di laut. Ini menggambarkan penjunjungan tinggi dari pada bangsa Indonesia kepada laut. Bahkan tatkala saya melantik saudara Martadinata menjadi Kepala Staf Angkatan Laut, pada waktu itu saya menceritakan hal mitos yang belakangan terjadi sejak Kerajaan Mataram yang kedua. Menjadi tradisi sejak Kerajaan Mataram yang kedua itu, tradisi yang mengatakan bahwa raja hanyalah bisa menjadi raja yang besar dan kuat, negara bisa menjadi besar dan kuat, ratu hanyalah bisa menjadi ratu yang hanyakrawarti hambahudenda, jikalau sang ratu itu beristerikan pula Ratu Loro Kidul, ratu dari Lautan Selatan, ratu dari samudera yang dulu bernama Samudera Hindia, tetapi kemudian kita robah dengan nama Samudera Indonesia, saudara-saudara…”

Sang proklamator kemerdekaan Indonesia melanjutkan rumusan tentang apa yang disebutnya dongeng, legenda, mitologi itu.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News