Hari Pers Nasional

Bupati Anas Buka Rahasia Keberhasilan Pariwisata Banyuwangi

Bupati Anas Buka Rahasia Keberhasilan Pariwisata Banyuwangi
Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas dalam diskusi di Padang. Foto-foto: for JPNN.com

jpnn.com, PADANG - Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas tak pelit berbagi konsep pembangunan atau pengembangan pariwisata daerahnya.

Pada sebuah diskusi dalam rangkaian peringatan Hari Pers Nasional (HPN) di Padang, Rabu (7/2) Bupati Anas memaparkan sejumlah keunikan pembangunan pariwisata Banyuwangi hingga bisa berkembang cukup pesat. Selain Anas, tampil sebagai pembicara adalah Gubernur NTB M. Zainul Majdi. Diskusi diikuti ratusan pelaku pariwisata Sumatera Barat.

Menurut Anas, pengembangan pariwisata Banyuwangi cukup cepat dilakukan karena konsepnya yang unik, yaitu semuanya berbasis partisipasi publik sehingga warga ikut memiliki program wisata tersebut. "Tidak bertumpu ke swasta dan pemerintah," kata Anas.

Suami dari Ipuk Fiestiandani ini mencontohkan, banyak festival berbasis adat lahir dari masyarakat. Pemerintah tinggal memfasilitasi. “Jadilah festival spektakuler yang mendatangkan ribuan orang, menggerakkan ekonomi rakyat secara langsung,” ujarnya.

Contoh festival berbasis tradisi rakyat antara lain Festival Gandrung Sewu, Tumpeng Sewu, ritual Kebo-keboan, dan Tari Seblang. ”Semua itu menyedot ribuan wisatawan setiap pergelarannya,” tutur pria kelahiran Banyuwangi, 6 Agustus 1973 itu.

Dengan konsep partisipasi tersebut, tumpuan pariwisata ada di masyarakat desa. Sehingga Banyuwangi intens menggerakkan wisata berbasis desa yang sekaligus jadi alat pemerataan pembangunan. ”Ternyata itu efektif, ada desa wisata berbasis seni-budaya, berbasis wisata bahari, berbasis wisata alam, berbasis hasil pertanian, dan sebagainya,” ujar Anas.

Pengembangan wisata berbasis desa juga membuat Indeks Desa Membangun (IDM) Banyuwangi dari Kementerian Desa menjadi yang terbaik kedua di Jawa Timur. Banyuwangi berhasil meningkatkan kategori desa maju menjadi 134 desa (2016) dari sebelumnya 40 desa (2010) dengan jumlah desa tertinggal kini tinggal satu desa.

Anas menambahkan, dengan berbasis partisipasi masyarakat, semua potensi warga dikerahkan. “Kami berangkat bareng-bareng dari nol. Misalnya cara bakar ikan yang baik, warung-warung dilatih. Kami latih warga yang buka homestay, bagaimana penataan toilet, bagaimana melipat seprai. Bahkan ada kursus bahasa asing gratis untuk sekitar 3.000 warga desa tiap tahunnya. Susah, tapi ya harus dilakukan untuk membuat pengembangan pariwisata ini berakar di masyarakat. Itulah seninya, itulah uniknya pengembangan pariwisata Banyuwangi,” papar Anas.

Pengembangan pariwisata Banyuwangi cukup cepat dilakukan karena konsepnya yang unik, yaitu semuanya berbasis partisipasi publik.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News