Buruh Migran Ingin Menetap di Qatar Setelah Piala Dunia Usai

Buruh Migran Ingin Menetap di Qatar Setelah Piala Dunia Usai
Pekerja migran nobar selama Piala Dunia di Stadion Kriket Kota Asia di Doha, Qatar. (AP: Nathan Denette/The Canadian Press)

"Kami bekerja pada musim panas, saat cuaca sangat panas, dan hari yang Panjang. Panas sekali. Saya sangat lelah sepanjang waktu."

Tidak ada pekerjaan di kampung halaman

Bagi Rahim, seorang pengemudi 'ride-share' dari Bangladesh, tinggal selama tiga setengah tahun di Qatar sangatlah berat.

Tapi di desa asalnya tidak ada pekerjaan, sehingga dia merasa tidak punya pilihan selain terus bekerja dan menetap di Qatar.

"Saya bekerja setiap hari, tujuh hari seminggu. Pertama saya harus membayar perusahaan untuk mobil yang saya pakai, karena itu bukan milik saya. Kemudian saya harus membayar ongkos makan dan sewa tempat tinggal, lalu sisanya saya kirim ke keluarga saya,” kata Rahim.

"Selama pandemi saya tidak punya kerja, jadi hidup kami kurang. Saya mencoba menabung untuk pulang, saya belum melihat keluarga saya selama tiga setengah tahun [tetapi] jika saya pulang, di sana tidak ada pekerjaan. Jadi saya harus punya lebih banyak uang."

Rahim mengatakan dia ingin membawa istri dan putrinya untuk tinggal bersamanya di Qatar tetapi dia tidak memiliki cukup uang untuk melakukannya, jadi istri dan anak-anaknya tetap tinggal di Bangladesh.

Kawasan penggemar FIFA di Asian Town, yang dekat dengan tempat tinggal banyak pekerja migran, adalah salah satu dari sedikit tempat di Doha yang menayangkan pertandingan Piala Dunia di layar besar.

Hampir setiap malam para pria keluar untuk duduk di rumput atau di bangku stadion kriket, tempat zona penggemar ini dibangun untuk menonton Piala Dunia.

Meski Qatar mendapat kecaman dan sorotan atas perlakuan terhadap pekerja migran, mereka yang bekerja di Qatar ada yang memilih untuk tetap bertahan karena tidak ada pilihan kembali ke negaranya

Sumber ABC Indonesia

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News