Butuh Cara Cerdas Penyebar Islam Hadapi Budaya Lokal

Butuh Cara Cerdas Penyebar Islam Hadapi Budaya Lokal
Masjid Sigi Heku, Ternate. FOTO: Malut Post/JPNN.com

Banyak kemiripan dalam falsafah hidup orang Ternate dengan ajaran Islam. Bahkan pada masa sebelum kedatangan Islam. Sastra lisan seperti dola bololo, dalil tifa, dan dalil moro merupakan contohnya.

”Apabila ditelaah secara cermat dan jelas, isi syair sastra lisan dapat diberi penggolongan menurut kurun waktu periode sebelum masuknya agama Islam dan periode sesudah masuknya Islam,” tutur Dr Sahril Muhammad, Ketua Masyarakat Sejarawan Indonesia (MSI) Maluku Utara.

Sastra-sastra lisan ini berisi petuah, petunjuk maupun nasehat. Makna dan tujuannya tak lari dari ajaran Islam. Misalnya ajakan untuk berbuat kebaikan, bersikap rendah hati, serta tidak mengambil hak orang lain.

”Padahal usia sastra lisan ini sama dengan usia Kerajaan Ternate. Sementara Islam baru masuk ke Ternate pada masa pemerintahan raja ke-18, Kolano Marhum,” jabar KH Ridwan Dero, Qadhi (Ketua Mahkamah Syariah) Kesultanan Ternate.

Penyebaran Islam di Ternate tidak dilakukan secara langsung. Prosesnya melalui tahapan, sebab orang pribumi tidak langsung dapat memahami Islam secara utuh. ”Oleh karenanya penyebaran dilakukan melalui pendekatan kebudayaan, ekonomi, politik dan sebagainya,” kata Sahril.

Sebelum masyarakat mampu menerima sebuah agama, mereka terlebih dahulu menerima kebudayaan yang dibawa oleh penyebar agama. Hal ini juga berlaku di kalangan warga Ternate.

”Kebudayaan itu bisa berupa kebudayaan baru yang dibawa orang-orang Arab, bisa juga merupakan kebudayaan lokal yang kemudian disusupi nilai-nilai Islam di dalamnya,” tandas Sahril.(JPG/tim/kai/fri/jpnn)


Redaktur & Reporter : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News