Kalah Bertanding Menanam Cabe dengan 'Orang Sakti', Memeluk Islam

Kalah Bertanding Menanam Cabe dengan 'Orang Sakti', Memeluk Islam
MAKAM: Penjaga makam Datokarama yang terletak di Jalan Rono, Kelurahan Lere, Kecamatan Palu Barat, Kota Palu, Sulteng, di kompleks makam Datokarama, akhir Mei lalu. Foto: MUGNI SUPARDI/Radar Sulteng/JPNN.com

jpnn.com - BAGI penduduk Kota Palu, Abdullah Raqie atau yang lebih dikenal dengan Datokarama, adalah  seorang yang sakti atau keramat (datuk). 

Dia seorang tokoh ulama penyebar agama Islam pertama di lembah Palu, Sulawesi Tengah (Sulteng). 

MUGNI SUPARDI-ANTON TULO’IYO, Kota Palu

DARI Kota Padang, Sumatera Barat, sebelum masuk ke Bukit Tinggi, ada sebuah perkampungan yang namanya yakni Sepuluh Koto. Menurut sejarawan di Universitas Tadulako (Untad) Palu, Sulteng, Sepuluh Koto adalah tempat kelahiran dari Abdullah Raqie. 

“Dari tempat itulah dia (Abdullah Raqie,red) lahir,” singkat sejarawan Untad, Haliadi Sadi, saat dimintai Radar Sulteng (Jawa Pos Group) menceritakan sejarah Islam masuk ke Palu, akhir pekan lalu (3/6). 

Hadi menjelaskan, karena terdapat perbedaan pendapat dari para ulama di sekitar tempat tinggalnya tentang kedatangan kolonial Belanda di pertengahan abad ke 17, membuat Datokarama seakan-akan tersingkirkan. Makanya dia memilih pergi. 

“Keputusan pun diambil. Dan memilih lebih baik meninggalkan kampung halamannya untuk mengembangkan ajaran Islam,” lanjut pria berkaca mata ini.

Pada sekitar tahun 1740-an, Datokarama memutuskan angkat kaki menuju ke bagian timur Tanah Minang. Hampir 50-an orang yang terdiri dari sanak keluarga dan anak buahnya menemani Datokarama  dengan sebuah perahu layar. 

BAGI penduduk Kota Palu, Abdullah Raqie atau yang lebih dikenal dengan Datokarama, adalah  seorang yang sakti atau keramat (datuk).  Dia

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News