Cak Nun dan Firaun

Oleh: Dhimam Abror Djuraid

Cak Nun dan Firaun
Emha Ainun Nadjib alias Cak Nun. Foto: arsip JPNN.com/Ricardo

Islambouli mendekati Sadat sambil membawa tiga buah granat tangan. Dia kemudian memberi salam ala militer. Sadat, yang tak menaruh kecurigaan berdiri dan membalas hormat. Secepat kilat Islambouli melempar tiga granatnya ke arah Sadat. 

Hanya satu yang meledak. Pasukan Islambouli menembaki tribun dengan senapan otomatis AK-47 sampai amunisinya habis. Beberapa peluiru menembus tubuh Sadat. Pengawal Sadat melempar kursi-kursi ke sekeliling Sadat untuk melindunginya dari hujan peluru susulan.  

Serangan berlangsung selama dua menit. Pasukan keamanan yang tertegun dengan serangan tak terduga Islambouli kemudian melancarkan serangan balasan dan berhasil menangkap Islambouli.  

Selain Sadat, ada sekitar sepuluh orang lain yang menderita luka parah, antara lain, duta besar Kuba untuk Mesir, Jederal Oman, dan Uskup Ortodoks Koptik. Dua puluh lainnya luka-luka ringan, termasuk Wakil Presiden Hosni Mubarak, Menteri Pertahanan Irlandia James Tully, dan empat perwira militer Amerika Serikat. 

Sadat kemudian diterbangkan ke sebuah rumah sakit militer dan menjalani operasi oleh 11 dokter. 

Nyawanya tak dapat diselamatkan karena mengalami pendarahan parah di internal rongga dada dan perobekan paru-paru sebelah kiri serta pembuluh darah di bawahnya. 

Dua jam berselang, Sadat meninggal di usia 62. Firaun menjadi simbolisasi penguasa diktator dan otoriter sekaligus zalim. Membunuh Firaun berarti peruwujudan jihad melawan kezaliman. 

Cak Nun tentu tidak menyamakan Jokowi dengan Anwar Sadat yang difiraunkan oleh Khalid Islambouli. 

Menyamakan Jokowi dengan Firaun ala Cak Nun harus dilihat dalam konteks yang utuh, tidak sepotong-potong.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News