Cendikiawan Suryaatmadja,'Cendikia' Indonesia Yang Jadi Mahasisswa Termuda di Kanada

Cendikiawan Suryaatmadja,'Cendikia' Indonesia Yang Jadi Mahasisswa Termuda di Kanada
Ilustrasi anak jenius. Foto: dok. KSDI

"Aku mulai lompat kelas ketika masih di SD. Aku cuma belajar 3 tahun di SD, 1 tahun di SMP, dan dua tahun SMA," tulisnya dari Kanada, yang berbeda waktu 11 jam di belakang Jakarta dalam percakapan dengan wartawan ABC Indonesia Nurina Savitri.

Ketika ia menginjak usia 9 tahun, Universitas Surya di Tangerang, Banten, menawarinya peluang untuk diajarkan fisika dengan level perguruan tinggi.

"Syaratnya aku harus belajar kalkulus dasar, kalkulus yang diajarkan di tahun pertama kuliah, dalam waktu dua bulan saja."

"Padahal aku enggak pernah belajar kalkulus sebelumnya. Jadi lumayan kerja keras waktu itu."

"Tapi akhirnya berhasil juga," ungkap remaja asal Jawa Barat ini.

 

Keberhasilan mematahkan kalkulus itu sesungguhnya tak mengherankan jika melihat kecerdasan intelektual (IQ)-nya yang di atas rata-rata, yakni mencapai 189.

Skor itu bahkan melebihi Albert Einstein, sang fisikawan terkenal penemu teori relativitas.

Nama adalah doa. Ungkapan ini agaknya dihayati betul oleh orang tua Cendikiawan Suryaatmadja, remaja Indonesia yang mulai berkuliah di Kanada sejak umur 12 tahun.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News