Cerita Anggota DPR Soal Kilang Minyak Mini Sandiaga Uno

Cerita Anggota DPR Soal Kilang Minyak Mini Sandiaga Uno
LAPOR: Calon wakil presiden Sandiaga Uno mendatangi Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Jakarta, Selasa (14/8). Sandiaga Uno datang ke KPK untuk menyerahkan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN). Ilustrasi : Charlie/INDOPOS

jpnn.com, JAKARTA - Tri Wahana Universal (TWU) adalah perusahaan kilang minyak mini di Desa Sumengko, Kecamatan Kalitidu, Kabupaten Bojonegoro, Provinsi Jawa Timur. Luasnya 7,2 Ha dengan jarak 7 Km dari sumur minyak Lapangan Banyu Urip yang dioperasikan oleh ExxonMobil Cepu Limited. Pada September 2013, 47,5 persen kilang mini ini dikuasai oleh Sandiaga Uno melalui PT Saratoga Investama Sedaya Tbk sedangkan sisanya milik Rudi Tavinos, pengusaha dari Minangkabau.

Kilang TWU selesai dibangun pada tahun 2010 dengan kapasitas 6.000 Bpd (Kilang Train I) di Bojonegoro, kemudian pada tahun 2014 Kilang Train II mulai beroperasi dan menaikkan kapasitas produksi sampai dengan 18.000 Bpd.

Produksi TWU ditunjang 100 persen bahan bakunya dari lapangan banyu urip yang dikelola Exxon Mobil  Indonesia, yakni crude bagi hasil untuk negara yang dikelola oleh Pertamina. 

Wakil Ketua Komisi VI Inaz N Zubir menceritakan, selama era pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono, crude bagian ini dijual murah kepada TWU tanpa melalui proses tender.

“Yang paling mengherankan adalah kuasa jual crude bagian Negara tersebut diberikan kepada Exxon Mobil Cepu dengan formula harga mulut sumur, padahal Pertamina melalui Pertamina EP Cepu adalah pengelola crude bagian Negara tersebut,” ujarnya dalam siaran persnya, Minggu (2/9).

Pada tahun 2015, lanjutnya, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mempersoalkan murahnya minyak bagian negara yang dijual kepada TWU, dimana kemudian awal tahun 2016 transaksi penjualan crudebagian negara tersebut dihentikan karena kontrak transaksi jual beli crude bagian negara untuk TWU berakhir tgl 16 Januari 2016, dan tidak diperpanjang, akibatnya produksi kilang-pin terhenti tanggal 20 Januari 2016.

Pada bulan Agustus 2016, TWU kembali beroperasi setelah Kementerian ESDM menentukan formula sementara yang tertuang dalam  Kepmen ESDM Nomor 168.K/12/DJM.B/2016 tentang Penetapan Formula Harga Minyak Mentah Indonesia Sementara Untuk Jenis Minyak Mentah Banyu Urip, aturan yang ditetapkan 23 Juni 2016 itu menyebutkan harga minyak mentah Banyu Urip di titik serah FSO Gagak Rimang sebesar ICP Arjuna dikurangi USD 0,50 per barel. 

Menurutnya, harga tersebut digunakan kemudian dalam Perjanjian Jual Beli Minyak antara Pertamina dan PT Tri Wahana Universal (TWU). “Jadi tidak ada lagi penjualan dari titik serah fasilitas produksi awal (Early Production Facility/EPF) atau mulut sumur,” imbuhnya.

Wakil Ketua Komisi VI Inaz N Zubir bercerita, selama era pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono, crude bagian ini dijual murah kepada TWU tanpa melalui tender.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News