Cermin Kehidupan Suku Bajo di Wakatobi

Cermin Kehidupan Suku Bajo di Wakatobi
Cermin Kehidupan Suku Bajo di Wakatobi
Salah satu peninggalan ayahnya itu adalah cermin. Cermin itulah yang kemudian menjadi seperti barang keramat bagi Pakis. Cermin itu pula yang selalu dia bawa ke dukun kampung. Sebab, kebiasaan orang Bajo, jika ada anggota keluarga hilang, salah satu media yang digunakan untuk mencari tahu adalah cermin.

Di situlah terjadi pertentangan batin antara Tayung dan anaknya. Di satu sisi Tayung menginginkan Pakis merelakan bapaknya, di sisi lain Tayung harus bekerja sendiri mencari hasil laut demi menafkahi keluarganya.

Dalam film ini, digambarkan bagaimana Tayung dan Pakis - layaknya masyarakat penduduk Bajo - tampak begitu akrab dengan laut. Scene-scene underwater disajikan secara natural. Misalnya, saat Tayung menyelam mencari bulu babi untuk dijual di pasar, atau ketika Pakis yang memiliki kebiasaan mengapung di permukaan laut untuk menenangkan diri.

Menurut sutradara Kamila Andini, pembuatan film yang sudah menyabet penghargaan internasional dari The Global Film Initiative, San Fransisco, AS, itu memakan waktu lama, yakni tiga tahun. "Proses panjangnya lebih ke riset. Dokumentasi suku Bajo itu sulit ditemukan. Kami harus beberapa kali datang ke sana langsung," katanya.

JAKARTA - Kemajemukan budaya dan masyarakat Indonesia terkadang luput dari perhatian. Ada hal-hal yang semestinya diperhatikan justru terabaikan.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News