Choirul Anam, Aktivis HAM yang Hobi Berat Sepeda Onthel
Jadi Pelampiasan bila Pikiran Sumpek
Senin, 18 Juni 2012 – 00:18 WIB
"Sudah capek nuntun sepeda, eh di rumah dibilang harganya terlalu mahal," katanya. "Jadi dongkol. Sedih juga membayangkan hilangnya duit dari proses nabung uang lama dan babak belur," sambung sarjana hukum dari Universitas Brawijaya, Malang, itu.
Esok harinya Anam mencoba membawa sepeda itu ke Pasar Comboran. Setali tiga uang, beberapa teman kakeknya sesama penjual sepeda angin mengutarakan hal yang sama tentang Fongres HZ 60 yang dibeli Anam: terlalu mahal. Bahkan, ada yang bilang, sepeda itu Fongres gondel karena memakai belhof (sejenis komstir).
"Kata teman kakek saya, sepeda jenis itu murah harganya, nggak ada yang mau (beli). Susah onderdilnya kalau rusak. Cari belhof dan daleman-nya juga susah," katanya. Tak pelak, berbagai komentar itu makin membuat Anam lemas dan nyaris putus asa.
Akhirnya Anam mengambil keputusan terhadap sepeda onthel Fongres HZ 60. Dia berjanji tidak akan menjual sepeda tersebut sampai kapan pun. Pada saat bersamaan, dia menanamkan keyakinan dalam benaknya bahwa Fongres HZ 60 yang memakai belhof adalah sepeda berkualitas. Anam berargumentasi, belhof sepedanya unik. Tidak seperti yang biasa dijumpai di Pasar Comboran.
Bergelut dengan dunia advokasi HAM sering membuat pikiran tegang. Tapi, Choirul Anam punya obat mujarab untuk mengatasinya: sepeda onthel. NAUFAL
BERITA TERKAIT
- Ninis Kesuma Adriani, Srikandi BUMN Inspiratif di Balik Ketahanan Pangan Nasional
- Dulu Penerjemah Bahasa, kini Jadi Pengusaha Berkat PTFI
- Mengintip Pasar Apung di KCBN Muaro Jambi, Perempuan Pelaku Utama, Mayoritas Sarjana
- Tony Wenas, Antara Misi di Freeport dan Jiwa Rock
- Hujan & Petir Tak Patahkan Semangat Polri Sampaikan Pesan Pemilu Damai ke Wilayah Terluar Dumai
- Tentang Nusakambangan, Pulau yang Diusulkan Ganjar Jadi Pembuangan Koruptor