Cinta Pertama Berkah Bu Nyai

Oleh Dahlan Iskan

Cinta Pertama Berkah Bu Nyai
Dahlan Iskan.

”Sudah pernah saya coba,” katanya.

Waktu itu ia mencoba masuk Pondok Modern Gontor Ponorogo. Yang disiplinnya luar biasa. Terutama dalam mengontrol siswa berbahasa asing: Arab dan Inggris. “Saya angkat tangan,” katanya.

Maftuh percaya pada takdir. Juga percaya pada berkah kiai. Bagi santri yang taat, rendah hati dan punya rasa hormat. Bagi santri yang tawaduk.

Maftuh seorang santri. Di Pondok Pesantren Tambak Beras, Jombang. Salah satu pondok ‘bintang sembilan’ di Indonesia.

Delapan tahun Maftuh sekolah di situ. Belajar agama. Belajar berkepribadian. Belajar rendah hati. Belajar kitab kuning –buku yang ditulis dengan huruf Arab tanpa tanda-tanda baca.

Ia mengabdikan diri ke kiai di situ. Juga kepada bu nyai –sebutan untuk istri kiai.

Disuruh apa saja bersedia. Dengan ketulusan tiada tara. Hanya kata ‘ya’ yang ada. Hanya menundukkan mata yang bisa dilakukannya. Delapan tahun lamanya.

Ia percaya semua itu ada berkahnya. Berkah dari kiai. Berkah dari Bu Nyai –yang sekarang menjadi wakil bupati.

Ia akan tetap jadi sopir taksi. Biarpun istrinya jadi dokter. Sebentar lagi. Bangga sekali ia dengan istrinya. Calon dokter.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News