Covid-19 Dalam Pandangan Agama

Oleh: Prof. DR. KH. Said Aqil Siroj, MA

Covid-19 Dalam Pandangan Agama
Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Prof. DR. KH. Said Aqil Siroj, MA. Foto: Dok. Humas PBNU

Realitas hidup yang beragam dan warna-warni seperti sehat-sakit, bahagia-derita, kuat-lemah, hidup-mati, semua itu merupakan ciptaan dan wujud kreasi Allah. Kemunculan Covid-19 di level ini dapat dipahami sebagai wujud penampakan qudroh irodah Allah, yang dalam Islam memiliki sifat-sifat seperti al-Dharru (Maha Pendatang Bencana), al-Muntaqim (Maha Keras dan Pemarah), dan lainnya.

Termasuk kelak di alam akhirat, siksa neraka adalah penampakan (tajalli) sifat Allah yang Syadidul ‘Iqab (Maha Penyiksa). Sebaliknya, kebahagiaan surga juga tajalli sifat Allah yang ar-Rahman ar-Rahim (Maha Pengasih-Penyayang). Di kehidupan dunia, kemunculan Covid-19 tidak jauh berbeda dari kemunculan figur-figur seperti Fir’aun musuh Nabi Musa as., para pembunuh dan pengkhianat Nabi Isa as., atau Abu Jahal penentang Nabi Muhammad saw.

Musuh-musuh para Nabi tersebut Tajalli Sifat-sifat Allah yang al-Mudhillu (Maha Menyesatkan). Sedangkan figur-figur Nabi merupakan Tajalli Sifat-sifat Allah yang al-Hadiyu (Maha Pembimbing). Di mata agamawan, figur para Nabi dan musuh mereka adalah tajalli atau penampakan sifat-sifat qudroh irodah Allah, di dunia maupun akhirat. Paramedis beriman dan agamawan bersepakat di sini.

Selanjutnya, bila para medis bekerja menemukan vaksin Anti-Covid-19 ini, agamawan berjuang dengan memohon kepada Allah swt agar diberi keselamatan untuk semua manusia di muka bumi tanpa memandang perbedaan ras, agama, maupun kewarganegaraan. Di dalam pelajaran agama, ada mekanisme berdoa, sebagaimana dalam medis juga ada mekanisme penelitian ilmiah.

La ilaha illa Allah diyakini umat muslim sebagai satu-satunya dzikir paling utama. Kalimat Tauhid ini digunakan dengan tiga macam cara berbeda: Zikir Asma’, Zikir Sifat, dan Zikir Dzat. Zikir secara literlek berarti mengingat Allah. Dengan berzikir, manusia sedang mengenali jati dirinya, dari mana ia datang, apa yang mesti dikerjakan, dan ke mana harus pergi (sangkan paraning dumadi).

Zikir Asma’ berarti mengucapkan kalimat la ilaha illa Allah dengan penuh harapan terpenuhinya kepentingan duniawi maupun ukhrawi, semisal diberi keselamatan, kesehatan, kesejahteraan, termasuk bebas-aman dari persebaran Covid-19 yang mematikan. Artinya, memohon pada Allah agar dikehendaki dengan kehendak tertentu (baca: sehat) dan dijauhkan dari kehendak Allah yang lain (baca: terpapar virus). Jalan ini disebut ta’abbud (beribadah).

Zikir Sifat berarti mengucapkan kalimat Tauhid itu dengan harapan makin dekat dan memahami sifat-sifat Allah seperti Maha Kuasa (Qudroh), Maha Berkehendak (Irodah), Maha Mengetahui ('Ilm), Maha Melihat (Bashar), Maha Mendengar (Sama'), serta sifat-sifat keagungan-Nya yang lain, yang tak terbatas. Tujuan utama Zikir Sifat mendekat pada Allah, bukan mendapatkan pemberian-pemberian meterial dari Allah. Sebab, anugerah terbesar adalah mendekat itu sendiri. Jalan ini disebut Taqarrub (mendekat).

Zikir Dzat berarti mengucapkan kalimat la ilaha illa Allah tanpa harapan apa pun. Tidak meminta rezeki, kesehatan, keselamatan dari penyakit atau siksa neraka, mendapatkan pahala dan surga, bahkan tidak terlintas memohon ampunan maupun ridha Tuhan. Juga tidak pernah takut dihinggapi penyakit, tidak khawatir jasad ragawinya menderita. Yang diharap dan diminta hanyalah Dzat Allah. Jalan ini disebut Tahaqquq, pelepasan segala permohonan diiringi penyatuan diri.

Ilmuan dan agamawan dua golongan yang saling melengkapi. Ilmuan membahas kosmos yang paling besar hingga virus yang sangat kecil semacam Covid-19 ini.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News