Dari Parit ke Xinjiang

Oleh Dahlan Iskan

 Dari Parit ke Xinjiang
Dahlan Iskan di Xinjiang, Tiongkok. Foto: disway.id

Bukan tidak boleh masuk, tetapi sudah tidak muat. Tidak lagi bisa masuk. Saking sudah penuhnya manusia.

Mereka liburan ke ibu kota. Dari seluruh penjuru negeri 1,3 miliar manusia.

Saya ke mal saja. Di sebelah hotel. Untuk makan di lantai 5 atau 6. Yang restoran jenis apa saja ada di dua lantai itu.

Ada restoran Grandma Kitchen. Yang luasnya cukup untuk menyimpan satu juta lipstiknya Saskia Gotik. Pun restoran itu penuh. Bukan hanya dalamnya. Juga tempat antrean di luarnya.

Pindah ke restoran Muslim Dong Laishun. Sama saja --tidak muatnya.

Terlalu banyak manusia di Beijing --tapi saya belum pernah melihat sebanyak itu. Dari keramaian London ketemu keramaian Beijing.

Hari ketiga saya merdeka --mendarat di Xinjiang.  Sejak dua jam sebelum mendarat pun --dari penerbangan 3,5 jam-- sudah sangat lengang: tidak terlihat apa-apa. Kecuali gunung batu dan Gurun Gobi.

Sejak melintas di atas dua provinsi sebelum Xinjiang pun --Ningxia dan Gansu-- tanahnya sudah gobi. Kelak saya akan bercerita: apa beda gurun pasir dan Gurun Gobi.

Provinsi otonomi Xinjiang --yang mayoritas Islam-- berbatasan dengan begitu banyak negara. Dulu saya pernah ke Xinjiang, tetapi hanya di ibu kota provinsinya.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News