Daripada Menaikkan Cukai, Pemerintah Diminta Perketat Pengawasan Rokok Ilegal

Daripada Menaikkan Cukai, Pemerintah Diminta Perketat Pengawasan Rokok Ilegal
Rokok dan asbak. Foto/ilustrasi: Ayatollah Antoni/JPNN.Com

jpnn.com, JAKARTA - Direktur Institute for Development of Economics & Finance Enny Sri Hartati mengingatkan, kenaikan cukai rokok yang terlalu tinggi di atas daya beli bisa membuat penerimaan negara tidak tercapai.

Enny lantas mencontohkan, kenaikan tarif cukai rokok eksesif sebesar 15 persen secara rata-rata tertimbang pada 2016 menyebabkan produksi rokok turun sebesar 1,8 persen atau setara dengan 6 miliar batang, menjadi 342 miliar.

Akibatnya, pada tahun itu, realisasi penerimaan cukai rokok menyentuh titik terendah, yaitu sekitar 97 persen dari target.

Padahal, sebelumnya, realisasi penerimaan cukai rokok selalu melampaui target. Bahkan pada 2017, kenaikan tarif cukai rokok sebesar 10,5 persen secara rata-rata tertimbang telah menyebabkan volume produksi rokok anjlok sebesar enam persen pada semester pertama.

"Jadi, pemerintah harus memiliki perhitungan yang benar untuk meredam laju penurunan industri, demi menjaga stabilitas penerimaan negara yang berkelanjutan," kata Enny, Senin (28/8).

Sementara itu, Direktur Industri Minuman, Hasil Tembakau, dan Bahan Penyegar Kementerian Perindustrian Willem Petrus Riwu meminta Kementerian Keuangan menunda kenaikan tarif cukai rokok yang bisa memukul industri hasil tembakau skala kecil hingga pabrikan besar.

“Dalam situasi seperti ini, menurut saya jangan dulu cukai dinaikkan, lebih baik ditunda dulu,” ujarnya.

Pada 2018, industri yang selalu menjadi salah satu penyumbang utama penerimaan negara diperkirakan mengalami penurunan produksi sebesar 3 persen, dari 331,7 miliar batang menjadi 321,9 miliar batang rokok.

Direktur Institute for Development of Economics & Finance Enny Sri Hartati mengingatkan, kenaikan cukai rokok yang terlalu tinggi di atas daya

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News