Demi Sekolah Rossa, si Ibu Rela jadi Tukang Ojek

Demi Sekolah Rossa, si Ibu Rela jadi Tukang Ojek
bintang Br Simanjuntak dan motor ojeknya. Foto: Eko Hendriawan/Metro Siantar/JPG

“Sekarang semua sudah ada, mau bumbu rendang, bumbu sop, bumbu panggang, ada dijual. Jadi kebanyakan orang memasak di rumah,” katanya.

Namun, kesulitan demi kesulitan yang ia alami seakan terbayar setelah lima anaknya tamat sekolah, dan tiga di antaranya sudah menikah. Dan kini tinggal anak bungsu yang harus ia tanggung.

Dan, setelah meninggalkan pekerjaan sebagai tukang masak, dia pun menekuni pekerjaan sebagai tukang ojek. Dengan sepedamotor Honda Supra X 125 merah, ia menyusuri jalan rusak dan bergelombang di daerah yang minim perhatian pemerintah itu. “Sudah tiga tahun terkahir ini saya jadi tukang ojek,” ungkapnya.

Sehari-hari pukul 06.30 WIB, usai mengantarkan Rossa ke sekolah, ibu berkulit sawo matang itu sudah berada di Simpang Kasindir dan baru pulang sekitar pukul 18.00 WIB. Di warung kopi yang tak jauh dari pangkalan, Bintang Br Simanjuntak tampak akrab dengan para pemuda yang bermain biliar di lokasi itu. Ada kehangatan pertemanan antara Bintang dengan para pemuda itu.

 Sambil menikmati segelas teh, ia kemudian melanjutkan cerita. Sehari-hari, rute yang dilewatinya adalah pekan Tiga Balata dengan ongkos Rp3 ribu, lalu Huta Sibarni, Parriasan, Kasindir, pekan Tiga Dolok dengan ongkos Rp5 ribu, ke Saribu Jawa ongkos Rp10 ribu dan Parit Ganjang dengan ongkos Rp7 ribu. Dan, selama tiga tahun menjadi tukang ojek, Bintang hanya bisa membawa penghasilan ke rumah Rp10 ribu hingga Rp20 ribu setiap hari. Dan, bila hari pecan, bisa mencapai Rp30 ribu.

“Tapi mau juga kosong atau nggak buka dasar. Mulai pagi sampai sore hanya dapat lima ribu. Untuk isi minyak pun tak cukup,”  tuturnya.

Dia mengaku, kendala yang cukup sulit yang ia hadapi adalah melewati medan yang rusak dan penuh bebatuan, apalagi medan jalan menuju Kasindir dan Saribu Jawa. Dan, kadang-kadang ada penumpang yang datang pada sore hari menjelang maghrib.

“Kalau jarak tempuhnya jauh, sudah pasti kembali ke pangkalan malam. Kadang sakit di situ. Pas sudah mau malam, penumpang baru datang. Aku nggak berani berkendara malam karena mataku sudah mulai rabun,” ujarnya.

BINTANG Br Simanjuntak (54) melajukan sepeda motornya mengantar penumpang. Terik panas dan jalan bergelombang biasa diterjang. Baginya, yang terpenting

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News