Demokrat Dinilai Terlalu Sensitif dan Ketakutan
Terkait Usulan Reshuffle Kabinet
Sabtu, 06 Februari 2010 – 18:53 WIB
JAKARTA — Desakan agar Presiden SBY segera melakukan perombakan atau reshuffle kabinet, dinilai oleh pengamat politik Maswadi Rauf sebagai bentuk ketakutan yang berlebihan dari Partai Demokrat. Guru besar Ilmu Politik Universitas Indonesia ini menilai bahwa Partai Demokrat terlalu sensitif, sehingga tidak menyadari bahwa usulan dan desakan reshuffle justru akan memperburuk citra PD dan SBY ditengah masyarakat.
"Saya nilai Demokrat terlalu sensitif dan ketakutan. Semuanya inikan yang dikhawatirkan mengarah pada pemakzulan (SBY-Boediono). Seharusnya Demokrat bersikap lebih bijak, tenang dan tidak serta merta mendesak reshuffle. Apalagi tim Pansus Century masih bekerja," kata Maswadi saat dihubungi JPNN, Sabtu (6/5).
Seharusnya kata Maswadi, Demokrat memberikan waktu dulu Tim Pansus Century mengeluarkan rekomendasi. Terlebih lagi dari kasus tersebut masih belum ditentukan siapa yang benar dan siapa yang salah.
"Lagipula, atas dasar apa Demokrat menilai bahwa sedang terjadi perpecahan koalisi? Apa yang menunjukkan bahwa koalisi ini sedang pecah? Seharusnya Demokrat tunggu dulu Pansus selesai bekerja. Tidak justru menggelindingkan bola panas resuffle yang justru membuat masyarakat bingung. Pemerintah dalam hal ini SBY termasuk juga Demokrat, sedang menjadi sorotan masyarakat," ujar lulusan Georgetown University, USA tersebut.
JAKARTA — Desakan agar Presiden SBY segera melakukan perombakan atau reshuffle kabinet, dinilai oleh pengamat politik Maswadi Rauf sebagai
BERITA TERKAIT
- Ketua DPD RI Apresiasi PT SIG Tingkatkan Porsi TKDN Berbasis UKM Binaan
- Situasi Kondusif, Masyarakat Homeyo Intan Jaya Kembali dari Pengungsian
- Kementerian Kebudayaan Hilang dari Skenario Kabinet Prabowo-Gibran, Pelaku Seni Resah
- WWF ke-10 di Bali, Putu Rudana Bahas Isu Ini dengan Presiden Dewan Air Dunia
- ICTR: Perdagangan Karbon Harus Sesuai Hukum dan Menjaga Kedaulatan Negara
- Bambang Soesatyo Kukuhkan Pengurus Besar PRSI