Deradikalisasi Manjur Tekan Terorisme di Indonesia

Deradikalisasi Manjur Tekan Terorisme di Indonesia
ISIS. Foto: AFP

Pada peringatan Hari Kebangkitan Nasional, 20 Mei 2015 lalu di Lapas Porong, Sidoarjo, Umar Patek bahkan menjadi petugas pengerek bendera Merah Putih dan mengucapkan ikrar kesetiaannya.

"Sekarang di negara mana ada tokoh teroris sekaliber Ali Imron, Abu Dujana dan Zarkasih bisa diajak dialog oleh otoritas pemerintah yang mereka nilai thogut. Itu juga fakta keberhasilan deradikalisasi. Karena itu deradikalisali harus dilanjutkan, tentunya kualitasnya harus ditingkatkan dengan berbagai inovasi-inovasi sesuai dengan perkembangan yang terjadi," ujar mantan Kapolres Jakarta Pusat dan Metro Tangerang ini.

Hamidin menjelaskan, teror di Indonesia itu mengalami sejarah panjang dan meninggalkan angka kejahatan yang fantastis sejak tahun 2000 sampai sekarang. Bahkan jauh sebelumnya, juga sudah ada aksi terorisme di Indonesia seperti di era Presiden Soekarno.

Pernah minimal tujuh kali pelemparan granat seperti di Cikini tahun 1957 dan penyerangan pesawat MIG17 tahun 1960.

Era Presiden Soeharto terjadi kasus Woyla, bom di empat kedutaan yaitu Jepang, Rusia, Kanada, dan Amerika Serikat yang dilakukan WN Jepang, Tsutomo Sirhosaki, 14 Mei 1986.

Kemudian di era reformasi terjadi Bom Bali dengan peledak 1,2 ton yang menewaskan 202 orang.

Dia mengakui, dari ratusan bahkan ribuan napi terorisme yang menjalani deradikalisasi ada faktor kegagalanya tapi tidak banyak.

Selain itu, mereka-mereka yang kembali beraksi itu itu pemahaman radikalnya tidak sekuat dulu.

Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) tidak pernah ragu dengan program deradikalisasi terhadap para napi terorisme.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News