Di Balik Gagasan Penerbit Indie yang Semakin Berkembang di Indonesia
Rakyat Indonesia sudah memiliki akses ke buku sejak seabad lalu, meski awalnya hanya golongan elite yang bisa mendapatkan dan membacanya.
Keberadaan buku tidak lepas dari penerbit, yang pada umumnya masih dalam skala besar, atau dalam dunia literatur dikenal dengan penerbit mayor.
Tapi sekarang penerbit dari kalangan independen, yang dikenal sebagai penerbit indie atau penerbit mayor, semakin banyak bermunculan.
Salah satunya Cantrik, yang didirikan dengan keinginan untuk membawa angin segar dalam industri buku.
"Saya dengan partner saya sudah memilih untuk tidak menerbitkan buku sastra, walaupun saya sendiri dari lulusan sarjana sastra," kata Mawaidi, salah satu pendiri Cantrik.
"Karena saya merasa terlalu banyak dan untuk menerbitkan buku pasaran itu ya sama saja dengan yang lain, tidak memberikan kebaruan wacana intelektual di Indonesia."
Akhirnya pada tahun 2016, ia dan Naufil Istikhari memutuskan untuk fokus menerbitkan buku filsafat, walaupun dalam perjalanannya, Cantrik juga pernah menerbitkan buku ilmu sosial, kebudayaan, dan sastra sendiri.
Alasan yang didasarkan pada pemikiran juga dianut oleh Ronny Agustinus, yang mendirikan Marjin Kiri pada tahun 2005.
Sekarang penerbit dari kalangan independen, yang dikenal sebagai penerbit indie atau penerbit mayor, semakin banyak bermunculan.
- Dunia Hari Ini: Australia Ikut Mendukung Gencatan Senjata di Gaza
- Kabar Australia: Lebih Banyak Pria Gen-Z Australia yang Mengaku Religius Ketimbang Perempuan
- Dunia Hari Ini: Mobil Dibakar Dalam Serangan Antisemitisme di Australia
- Sejumlah Alasan Kenapa Perusahaan di Australia Batal Mensponsori Visa
- Buku Karya Jenderal Sigit Dinilai Bisa Membantu Pemberantasan Korupsi
- Dunia Hari Ini: Warga Suriah Mengambil Barang-barang di Istana Assad