Dirty Vote Menyajikan Realita Penguasa Jahat dan Culas Mengubah Jubah Kesalehan

Dirty Vote Menyajikan Realita Penguasa Jahat dan Culas Mengubah Jubah Kesalehan
Polemik Dirty Vote di Masa Tenang Pemilu. Foto. Screenshoot PHSK

jpnn.com, JAKARTA - Film dokumenter tentang kecurangan pemilu 2024 'Dirty Vote' yang tayang pada minggu tenang Pilpres 2024, menuai polemik.

Islah Bahrawi, tokoh Nahdlatul Ulama (NU) dan Direktur Eksekutif Jaringan Moderat Indonesia (JMI) turut menyoroti film dokumenter tersebut.

 Dia mengatakan Dirty Vote mengingatkannya pada pemikiran para tokoh seperti John Stuart Mill, Timothy Snyder dan Abu al-A'la al-Ma'arri.

"Inilah petuah mereka seorang penguasa adalah seorang politisi, yang tidak selalu identik sebagai negarawan. Seorang politisi terus memikirkan kekuasaan, kemenangan, kekalahan dan balas dendam'," ujar Islah dalam cuitan di akun X miliknya, Senin (12/2).

Islah melanjutkan seorang negarawan selalu meminta rakyatnya menjadi yang terbaik dan tidak memaksa rakyat untuk memujinya sebagai yang terbaik.

Islah pun berpendapat, manusia pada dasarnya tidak pantas menguasai semua yang diinginkannya. Seorang penguasa pun hanya memiliki kekuasaan selama tidak mengambil segalanya dari orang lain.

"Namun ketika penguasa telah merampas segalanya, maka orang lain seharusnya tidak wajib mengakui kekuasaannya," tegas Islah.

Islah menegaskan terlalu banyak penguasa jahat dan culas yang membajak jubah-jubah kesalehan, sehingga pada akhirnya tersungkur dalam kebencian massal.

"Ketika seorang penguasa menipu rakyat dengan kata-kata penuh suka cita untuk menutupi kejahatannya, maka dia akan mati terinjak-injak oleh tarian rakyatnya," tegasnya.

Dirty Vote menunjukkan terlalu banyak penguasa jahat dan culas yang membajak jubah-jubah kesalehan, sehingga pada akhirnya tersungkur dalam kebencian massal.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News