DO Hakim Mulyono dalam Kasus Asabri Dinilai Tepat, jadi Catatan bagi Pengadilan Banding

DO Hakim Mulyono dalam Kasus Asabri Dinilai Tepat, jadi Catatan bagi Pengadilan Banding
Ilustrasi - Sidang kasus korupsi Asabri. Foto: dok. Kejaksaan Agung

jpnn.com, JAKARTA - Guru Besar Hukum Pidana Universitas Airlangga Nur Basuki Minarno menilai dissenting opinion (DO) yang dilakukan Anggota Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Mulyono Dwi Purwanto dalam kasus Asabri, sudah tepat dari segi aturan atau undang-undang.

Nur mengatakan kerugian negara dalam kasus korupsi termasuk Asabri harus kerugian nyata dan pasti, tidak boleh potensial kerugian karena akan menjadi beban bagi terpidana.

Menurutnya, dissenting opinion Hakim Mulyono ini penting karena akan menjadi catatan bagi pengadilan di atasnya, yakni pengadilan banding dan pengadilan kasasi.

“Kalau argumentasinya (dissenting opinion Hakim Mulyono) seperti itu (perhitungan kerugian keuangan negara harus nyata dan pasti), dari sisi aturannya itu benar. Dissenting opinion ini penting untuk menjadi catatan bagi pengadilan di atasnya,” ujar Nur, Kamis (6/1).

Nur menjelaskan, frasa ‘dapat’ dalam kalimat ‘…dapat merugikan keuangan negara’ dalam Pasal 2 dan 3 UU Tipikor telah dinyatakan tidak berlaku oleh MK sehingga kerugian negara dalam kasus korupsi haruslah kerugian keuangan negara yang riil, nyata dan pasti. Kerugian negara tersebut, katanya, tidak boleh potensial kerugian.

“Jadi, kerugian negara itu harus riil terjadi, harus nyata dan pasti, tidak boleh hanya potensial kerugian, itu sebetulnya sama maknanya dalam Pasal 1 angka 22 dari UU Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara yang menyebutkan kerugian negara/daerah adalah kekurangan uang, surat berharga, dan barang, yang nyata dan pasti jumlahnya sebagai akibat perbuatan melawan hukum baik sengaja maupun lalai,” jelas Nur.

Menurutnya, Hakim Mulyono memberikan dissenting opinion karena menilai penghitungan kerugian keuangan negara dalam kasus Asabri oleh BPK tidak konsisten.

Di satu pihak, kata dia, BPK mendasarkan perhitungan pada pembelian dana investasi oleh Asabri yang tidak sesuai prosedur dan di lain pihak, BPK tetap menggunakan pengembalian efek yang diterima dari reksadana yang dibeli secara tidak sah dalam perhitungannya kerugian keuangan negara.

Guru Besar Hukum Pidana Universitas Airlangga menilai dissenting opinion (DO) yang dilakukan Anggota Majelis Hakim Pengadilan Tipikor dalam kasus Asabri, sudah tepat dari segi aturan atau undang-undang.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News