Dokter Tuhan

Oleh Dahlan Iskan

Dokter Tuhan
Dahlan Iskan. Foto: Ricardo/JPNN.com

Kalau sudah melewati batas waktu itu dan si pasien belum menunjukkan kemajuan maka tidak ada artinya lagi terus dipertahankan. Diteruskan pun tidak memberi harapan. ICU diperlukan untuk pasien lain.

Keputusan itu, kata surat tersebut, didasarkan kondisi saat itu. Tidak ada hubungannya dengan ras, gender, agama, asuransi atau pun status keimigrasian.

Heboh.

Keputusan untuk mati ternyata tidak lagi di tangan Tuhan. Etika dokter pun dipersoalkan.

Perusahaan rumah sakit itu langsung jadi sorotan. Ada yang marah. Ada juga yang memahami.

"Pada dasarnya semua rumah sakit punya pikiran seperti itu," kilah manajemen perusahaan itu kepada media di Amerika.

Di Michigan --apalagi di New York-- suara sirine ambulan seperti tidak henti-hentinya. Dokter, perawat, rumah sakit berada dalam tekanan besar.

Kabar baiknya: pesawat pertama yang membawa 80 ton bantuan alat kesehatan dari Tiongkok mendarat di New York kemarin sore.

Kelihatan sekali Bolsonaro ikut aliran Donald Trump. Yang juga menganggap remeh Covid-19. Yang dinilai lebih remeh dari flu.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News