DPD RI Terbelah Sikapi Putusan MA

DPD RI Terbelah Sikapi Putusan MA
Wakil Ketua DPD RI Farouk Muhammad. FOTO: Dok. JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Mahkamah Agung (MA) membatalkan dua tata tertib yang selama ini menjadi acuan Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Salah satunya terkait dengan masa jabatan 2,5 tahun.

Meski sudah ada putusan hukum, pemilihan ketua baru tetap dilaksanakan. Rapat paripurna yang digelar hari ini (3/4) akan menentukan ketua baru.

Wakil Ketua DPD Farouk Muhammad mengatakan, putusan MA itu membatalkan dua tatib yang telah disahkan DPD. Yaitu, Peraturan DPD Nomor 1/2016 tentang Tatib dan Peraturan DPD Nomor 1/2017 tentang Tatib. Dalam putusannya, MA meminta lembaga tersebut mencabut dua peraturan itu.

Dengan pembatalan dua tatib tersebut, aturan yang menjadi turunannya juga batal. Salah satunya adalah surat keputusan (SK) pengangkatan Mohammad Saleh sebagai ketua DPD. SK tersebut mengacu pada Tatib 2016. ’’SK Pak Saleh sampai 2017,” tuturnya. Jadi, Saleh berhak menjabat ketua sampai tahun ini. Namun, kata dia, tidak disebutkan bulan dan tanggal berapa masa jabatannya selesai.

Senator asal NTB itu menambahkan, karena dua tatib dicabut, DPD harus mengacu pada Tatib 2014. Dia mengatakan, kemarin (2/4) DPD mengadakan rapat panitia musyawarah (panmus) yang dihadiri pimpinan DPD, para ketua komite, dan perwakilan dari setiap wilayah, barat, selatan, dan timur.

Menurut Farouk, rapat panmus tersebut membahas putusan MA yang baru saja dikeluarkan. ’’Kami akan menyikapi dua putusan itu,” papar mantan Kapolda NTB tersebut.

Bagaimana hasil rapat panmus? Sampai tadi malam, rapat masih alot. Menurut sumber Jawa Pos, mereka terpecah menjadi dua kelompok. Yakni, kubu yang pro dengan masa jabatan 5 tahun dan kelompok yang menginginkan masa jabatan 2,5 tahun. Pimpinan DPD juga belum bisa dihubungi.

Secara terpisah, peneliti Forum Masyarakat Pemantau Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus menilai, sejak awal kengototan sebagian anggota DPD untuk tetap menggelar rapat paripurna pemilihan ketua yang baru memang diduga merupakan desain politik kelompok tertentu.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News