DPR: Indonesia Perlu Mereformasi Sistem Impor

DPR: Indonesia Perlu Mereformasi Sistem Impor
anggota Komisi VI DPR dari Fraksi PKS Nevi Zuairina. Foto: FPKS DPR

jpnn.com, JAKARTA - Neraca Dagang September 2019 Defisit Lagi sekitar US$ 160 Juta berdasar data BPS menjadi perhatian anggota Komisi VI DPR, Nevi Zuairina.

Ada persoalan mendasar yang perlu diselesaikan dalam jangka panjang, yakni pengendalian impor yang dilakukan secara sistemik sehingga semua kenbijakan yang keluar akan berpihak pada masyarakat.

Reformasi sistem Impor, menurut Nevi, menjadi sangat penting dilakukan untuk membangun sebuah regulasi menciptakan iklim usaha yang sehat sampai pada tingkat paling kecil, yakni usaha mikro yang skala usahanya beraset dibawah 50 juta rupiah dengan omset dibawah 300 juta rupiah per tahun.

Persoalan Impor hingga saat ini, lanjut politikus PKS ini, pemerintah belum memberi solusi yang memadai sehingga menjadikan produk dalam negeri tidak berkembang, produk luar membanjir, kreativitas dan inovasi anak bangsa tidak tumbuh. Ini merupakan persoalan besar bagi negara untuk membangun ekosistem usaha yang perlu diselesaikan dengan campur tangan negara.

“Kita ini kan sudah merdeka lebih dari 74 tahun ya. Pemerintahan sudah beberapa kali ganti. Namun produk unggulan kita yang muncul dari bawah, dari skala yang paling rendah, mikro, kecil atau menengah sangat minim. Padahal potensi keragaman usaha dan produk yang mampu kita hasilkan, bila digarap serius akan mampu bersaing dengan produk luar negeri dengan kualitas premium,” ujar Nevi

Legislator Sumatera Barat ini menjelaskan secara spesifik, terjadi perubahan ekspor pada bulan September 2019 secara tahunan dimana perubahan yang paling signifikan pada sektor Migas yang turun 37,13 persen menjadi US$ 0,83 miliar. Pada sektor pertanian, terjadi kenaikan sebesar 24% menjadi US$ 0,36 miliar. Sektor pengolahan mengalami penurunan sebesar 0,44% menjadi US$ 10,85 miliar dan pada sektor pertambangan mengalami penurunan sebesar 14,82% menjadi US$ 2,06 miliar. Namun secara umum, telah terjadi Defisit sebesar US$ 160 Juta.

Data, kata nevi, menjadi instrumen vital pada pengambilan kebijakan impor. Pemerintah perlu menetapkan, data mana yang menjadi rujukan, satu saja sehingga perseteruan antar-kementerian dapat di cegah akibat klaim kebenaran data. Perbedaan data antar kementerian dan BPS, menjadi salah satu sumber kekisruhan kebijakan.

Nevi berharap, pemerintah mampu membuat formulasi untuk mereformasi kebijakan impor. Kebijakan impor atas dasar kuota selama ini sudah terbukti gagal. Karena menyebabkan disparitas yang sangat besar antara komoditas impor dengan produsen lokal.

Menurut Nevi, reformasi sistem Impor menjadi sangat penting dilakukan untuk membangun sebuah regulasi yang menciptakan iklim usaha yang sehat sampai pada tingkat paling kecil, yakni usaha mikro yang skala usahanya beraset dibawah 50 juta rupiah dengan oms

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News