DPRD DKI Khawatir Tingginya Tarif SJUT Bikin Internet Mahal

DPRD DKI Khawatir Tingginya Tarif SJUT Bikin Internet Mahal
Ilustrasi akses internet. Foto: dok PANDI

jpnn.com, JAKARTA - Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Jaringan Utilitas mendapat respons negatif dari Fraksi Gerindra DPRD DKI Jakarta.

Salah satu yang dipersoalkan adalah penghitungan besaran tarif sewa sarana utilitas yang penempatannya dikelola oleh Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD).

Fraksi Partai Gerindra menyebut dalam penentuan besaran tarif sewa sudah semestinya dibahas bersama stakeholder agar tidak membebankan masyarakat pengguna hingga pelaku bisnis.

"Apalagi jika besaran tarif sewa (Sarana Jasa Utilitas Terpadu (SJUT)) mahal tentu akan berdampak ke nilai jual kepada masyarakat. Tentu ini akan menjadi beban tersendiri dan lagi-lagi masyarakat yang akan dirugikan,” kata anggota Fraksi Partai Gerindra DPRD DKI Syarifudin.

Dia menjelaskan pelaksanaan keterpaduan perencanaan Jaringan Utilitas juga masih belum terlaksana dengan baik.

Pemerintah Daerah Provinsi DKI Jakarta belum mengoptimalkan berbagai data yang menunjukan arah pengembangan kebutuhan jaringan utilitas.

Padahal, kata dia, jaringan utilitas ini sangat vital dan dibutuhkan sebagai sistem informasi komunikasi untuk kegiatan ekonomi, bisnis, dan sosial budaya di Jakarta yang merupakan pusat perekonomian.

"Masalah besaran tarif harus ada rasionalisasinya apalagi era sekarang pemanfaatan digital mencakup kepentingan warga yang cukup luas, sudah sepatutnya akses masyarakat terhadap jaringan dipermudah," ungkapnya.

Apalagi, terdapat keharusan untuk dibahas bersama mengenai besaran biaya yang wajar untuk pemanfaatan kebutuhan tersebut.

Ketentuan tersebut merupakan aturan turunan UU nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja.

Selain itu, Raperda Jaringan Utilitas perlu sama-sama dipastikan agar sejalan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.

Dalam UU Cipta Kerja diatur bahwa peranan Pemerintah Daerah (Pemda) adalah memberikan kemudahan bagi penyelenggara telekomunikasi untuk melakukan pembangunan infrastruktur secara transparan, akuntabel, dan efisien. 

Dalam memberikan kemudahan itu pun Pemda wajib untuk berkoordinasi dengan Menkominfo.

Dalam PM Kominfo nomor 5 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi Pasal 26 juga diatur bahwa pemanfaatan SJUT ini sifatnya dapat bukan wajib. 

Oleh karena itu, diperlukan kreativitas dan inovasi dari Pemda dan Jakpro agar SJUT memiliki daya tarik bagi penyelenggara telekomunikasi seperti harga yang bersaing dan kualitas yang lebih baik. 

Dengan kondisi seperti itu, pastinya penyelenggara telekomunikasi mau memindahkan jaringannya. 

Perda Jaringan Utilitas juga perlu dipastikan sejalan dengan PP nomor 52 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi.

Hal itu terkait dengan ganti rugi pemindahan jaringan utilitas.

Dalam PP nomor 52 Tahun 2000 Pasal 70 Ayat 1 diatur bahwa penyelenggara jaringan telekomunikasi berhak atas ganti rugi sebagai akibat pemindahan atau perubahan jaringan telekomunikasi karena adanya kegiatan atau atas permintaan instansi/ departemen/ lembaga atau pihak lain.

Sinkronisasi diperlukan agar terdapat kepastian dan kemudahan berusaha bagi pelaku usaha dan masyarakat termasuk penyelenggara telekomunikasi.

Dengan demikian, kata Syarifudin, Fraksi Gerindra menilai Raperda yang disampaikan oleh Pemerintah Daerah Provinsi DKI Jakarta perlu dikaji ulang dan dibahas kembali agar sejalan dengan peraturan perundang-undangan yang ada di atasnya, sebelum nantinya ditetapkan.

Selanjutnya, perlu juga dipastikan agar penetapan tarif pada SJUT melibatkan pemangku kepentingan yang terkait dan wajib dikoordinasikan dengan Menkominfo. (tan/jpnn)

Video Terpopuler Hari ini:


Fraksi Gerindra DPRD DKI angkat suara mengenai Rancangan Peraturan Daerah Jaringan Utilitas. Penghitungan besaran tarif sewa sarana utilitas yang penempatannya dikelola oleh (UPTD) dipersoalkan.


Redaktur : Rasyid Ridha
Reporter : Fathan Sinaga

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News