Draf RUU Pilkada Anulir Kewenangan MK

MK Tuding Berbau Politis

Draf RUU Pilkada Anulir Kewenangan MK
Draf RUU Pilkada Anulir Kewenangan MK
Jika latar belakang perumusan itu akibat kekurangan dan ketidakpuasan terhadap sengketa pemilu di MK, seharusnya tidak bisa dilihat dari lembaga yang memutus saja. Para pihak yang beperkara di MK seharusnya bisa mempertimbangkan kelayakan dan potensi permohonannya. Simak saja catatan "kesuksesan" gugatan pilkada yang dikabulkan MK. Dari sekitar 230 permohonan sengketa yang masuk di MK, hanya 26 gugatan yang dikabulkan MK. "Hanya sekitar 10 persen yang dikabulkan MK," jelas Veri.

Di tempat yang sama, pakar hukum pemilu Universitas Indonesia Topo Santoso menilai, potensi untuk kembali menyerahkan sengketa pemilu kepada pengadilan tinggi, tampaknya, adalah wujud ketidakpuasan proses di MK. Minimnya jumlah sengketa yang dikabulkan disebabkan pemohon tidak memiliki argumen kuat untuk membuktikan gugatannya.

"Pihak yang sudah mengorbankan uang tentang kepastian demokrasi, karena terus memaksakan diri. Mungkin karena tidak mau kehilangan muka di depan pendukungnya," kata Topo.

Dari hasil di MK, banyak kasus yang masuk tapi dasarnya lemah. Bisa jadi, penggugat selama ini hanya "mengakali" gugatan yang masuk di MK. Sebisa mungkin, gugatan lolos untuk dilakukan persidangan di MK, namun pemohon tidak mampu membuktikan sengketa hasil yang diajukan. "Seolah-olah pelanggaran masif, padahal saksi-saksi yang diundang menafikan gugatan," sebut Topo.

JAKARTA - RUU Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) belum diajukan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) kepada DPR. Namun, draf terakhir RUU Pilkada

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News