Emas Antam

Oleh: Dahlan Iskan

Emas Antam
Dahlan Iskan (Disway). Foto: Ricardo/JPNN.com

BUMN memang cenderung kalah di pengadilan perdata. Direksi BUMN tidak mungkin mau mengeluarkan uang pribadi untuk "biaya operasional" di pengadilan. Itu bukan perusahaan milik direksi.

Baca Juga:

Pakai uang perusahaan?

Tidak mungkin. Tidak ada pos anggaran untuk biaya yang tidak resmi. Padahal, biaya tidak resmi itu nilainya tergantung situasi: seberapa tebal kantong lawannya. Apalagi, dalam perkara yang nilai rupiahnya luar biasa besar.

"Kami akan terus berjuang secara hukum," ujar Didik. "Kami telah mengajukan PK ke-2," tambahnya.

"Apakah untuk PK lagi itu Antam punya bukti baru? Bukti yang belum pernah dipakai di persidangan sebelumnya?" tanya saya.

"Ada," jawab Didik. Dia tidak menyebut apa bukti baru itu. Biasanya memang sangat dirahasiakan. Sampai saatnya diperlukan di Mahkamah Agung.

Rasanya, PT Antam lagi menunggu putusan Pengadilan Tipikor di Surabaya. Putusan itu akan dijadikan novum baru untuk melengkapi PK ke-2 yang sudah dikirim.

Antam memang membawa perkara ini ke ranah korupsi. Tiga pejabatnya diadukan ke polisi telah melakukan korupsi.

Secara hukum Antam harus bayar utang kepada Budi Said: senilai emas 152 kg. Kekurangan kirim emas itu sudah berubah status menjadi utang.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News