Eniya Listiani, Ibu Tiga Anak yang Penelitian Langkanya Berbuah Habibie Award 2010

Hasil Beda saat Eksperimen Malah Jadi Temuan Baru

Eniya Listiani, Ibu Tiga Anak yang Penelitian Langkanya Berbuah Habibie Award 2010
Eniya Listiani Dewi berpose bersama BJ Habibie dan Kepala BPPT Marzan A. Iskandar usai penganugerahan Habibie Award, Selasa (30/11). Foto : Sofyan Hendra/Jawa Pos
Dia punya impian bahwa setiap rumah bisa memiliki energi mandiri dari fuel cell. Selain lebih ramah lingkungan karena menggunakan energi terbarukan, fuel cell menghasilkan listrik yang lebih stabil. "Tidak akan ada lagi cerita pemadaman listrik," ungkap Eniya.

Namun, dia mengakui bahwa mengembangkan energi terbarukan bukan persoalan gampang. Apalagi, selama ini memang acap terjadi kesenjangan antara temuan teknologi dan produksi masal perusahaan. "Ya, memang selama ini masih ada gap," ucap dia. Apalagi, tambah dia, penggunaan energi seperti minyak bumi dan batu bara masih mendominasi.

Padahal, di negara-negara seperti Jepang dan kawasan Eropa, teknologi fuel cell terus dikembangkan. Di Jepang, kota hidrogen telah lama dirintis di Fukuoka. Meski demikian, teknologi fuel cell bukan berarti tanpa penerapan terkini. Eniya mengatakan, saat ini sejumlah menara telekomunikasi (BTS) sudah menggunakan teknologi fuel cell. Sebab, BTS harus menggunakan listrik berarus DC (searah).

"Listrik PLN kan AC (arus dua arah). Karena itu, harus digunakan inverter yang harganya malah lebih mahal," lanjutnya. Dia menambahkan, setidaknya teknologi fuel cell bisa digunakan sebagai back up energi konvensional.

Sepanjang sejarah pemberian Habibie Award sejak 1999, perempuan ini adalah penerima termuda penghargaan bergengsi itu. Dia adalah Dr Eng Eniya Listiani

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News