Erwin Arief Dituntut 3,5 Tahun Penjara, Pengacara: Tuntutan JPU Mengabaikan Semua Fakta Persidangan

Erwin Arief Dituntut 3,5 Tahun Penjara, Pengacara: Tuntutan JPU Mengabaikan Semua Fakta Persidangan
Sidang lanjutan kasus suap di Bakamla dengan Terdakwa Erwin Sya’af Arief di Pengadilan Tindak Pidana Jakarta, Kamis (26/9/2019). Foto: Kuasa Hukum terdakwa for JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Sidang lanjutan kasus suap di Bakamla dengan Terdakwa Erwin Sya’af Arief telah memasuki agenda tuntutan. Dalam sidang pada hari Kamis (26/9/2019) di Pengadilan Tindak Pidana Jakarta tersebut, Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK menyatakan terdakwa Erwin Sya’af Arief terbukti melakukan tindak pidana sebagaimana diatur dan diancam dalam Pasal 5 ayat (1) huruf a UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU N0. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

“Menyatakan Terdakwa Erwin Sya’af Arief terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana sebagaimana dakwaan pertama. Menjatuhkan pidana penjara kepada terdakwa selama 3 tahun dan 6 bulan ditambah denda sebesar Rp250 juta subsider 6 bulan kurungan,” kata Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK Kresno Anto Wibowo.

Menanggapi tuntutan tersebut, Ardy Susanto selaku penasihat hukum Erwin Sya’af Arief menyatakan bahwa tuntutan tersebut sangat berat bagi Terdakwa yang hanya diminta tolong meneruskan pesan WhatsApp (WA).

“Sesuai keterangan saksi dalam persidangan, uang 1% kepada Fayakhun Andriadi bukan dari Pak Erwin. Namun JPU menganggap Pak Erwin aktif menjembatani komunikasi antara Fayakhun Andriadi dengan Fahmi Darmawansyah. JPU mengabaikan fakta bahwa Fayakhun Andriadi yang meminta bantuan Pak Erwin berkali-kali untuk menyampaikan pesannya kepada Fahmi Darmawansyah karena Fayakhun Andriadi tidak berhasil menghubungi Fahmi Darmawansyah meskipun nomornya sudah diberikan,” ungkap Ardy Susanto di persidangan.

“Saksi Adami Okta dalam persidangan sudah menyatakan bahwa komunikasi tersebut mungkin tidak akan melalui Pak Erwin andaikata Fahmi Darmawansyah menjawab telepon atau menjawab pesan dari Fayakhun Andriadi. Dan, Fahmi Darmawansyah pun sudah mengakui bahwa dia memang membatasi menerima telepon dari orang yang kurang dikenalnya, apalagi Fayakun adalah seorang anggota DPR,” tambah Ardy seperti dilansir dalam siaran persnya, Jumat (27/9).

Menurut Ardy, sesuai fakta persidangan, memang sejak awal Pak Erwin tidak tahu menahu dan tidak pernah terlibat akan kesepakatan fee itu. Dalam persidangan, menurut Ardy, saksi Fahmi Darmawansyah memberikan keterangan di bawah sumpah bahwa proyek ini diatur oleh Ali Fahmi Habsyi bersama dengan Fahmi Darmawansyah dan yang mengurus di Komisi I DPR RI kata Ali Fahmi Habsyi menurut Fahmi Darmawansyah adalah Fayakhun Andriadi.

“Setelah semua kesepakatan telah terjadi barulah Fahmi Darmawansyah bersama dengan Adami Okta mencari supplier/pemasok barang/produsen yang salah satunya barang Rohde & Schwartz dimana Pak Erwin adalah Managing Director PT. Rohde & Schwartz Indonesia. Hal tersebut juga sesuai dengan dakwaan JPU,” ungkap Ardy.

Menurut Ardy, Erwin mengetahui besaran fee yang dijanjikan oleh Fahmi Darmawansyah kepada Fayakhun yang memakai sebutan indeks itu setelah mendapat pesan WA dari Fayakhun Andriadi yang ia minta untuk diteruskan kepada Fahmi Darmawansyah melalui Adami Okta.

Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK dalam tuntutannya menyatakan terdakwa kasus suap Bakamla, Erwin Sya’af Arief terbukti melakukan tindak pidana sebagaimana diatur dan diancam dalam Pasal 5 ayat (1) huruf a UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News