FIFA, Gangster, dan Korupsi

Oleh; Djoko Susilo*

FIFA, Gangster, dan Korupsi
FIFA, Gangster, dan Korupsi

Di mata masyarakat Swiss, FIFA sudah lama kehilangan respek dan wibawanya. Hal itu dimulai dari Sepp Blatter sendiri. Wartawan koran Blick am Abend pernah menemui Sepp Blatter dan menanyakan alamat KTP-nya.

Blatter, yang sehari-hari tinggal di apartemen mewahnya dengan nilai sewa per bulan sekitar CHF 8.000 atau hampir Rp 120 juta per bulan itu ternyata kebingungan. Dia tidak tahu persis alamat KTP-nya. Sampai tiga kali wartawan koran Swiss itu menanyakan, Blatter tetap tidak bisa menjelaskan.

Akhirnya, wartawan tersebut membantu mengingatkan Blatter bahwa alamat KTP-nya di Kota Appenzell yang jauh dari apartemen yang ditinggalinya sehari-hari di Kota Zurich. Blatter memilih menggunakan alamat KTP di Appenzell dan bukan Zurich karena pajak pendapatan yang harus dibayarnya akan jauh lebih murah. Secara teknis, hal itu di Swiss termasuk perbuatan ilegal meski belum tentu bisa dipidanakan.

Blatter, meski sudah tua, hampir 79 tahun, ternyata masih senang berpacaran. Menurut Andrew Neill, wartawan Inggris yang membongkar habis korupsi FIFA di bukunya yang berjudul Foul, pacar-pacar Blatter kalau shopping dan traveling masih sering minta dibayari oleh FIFA. Jelas itu merupakan tindakan tidak etis. Sebab, di Swiss seorang pejabat tidak mengajak istri atau kerabatnya, apalagi pacarnya, melakukan perjalanan dinas dengan dibayari kantornya.

Tapi, untuk Blatter, hal itu dianggap biasa mengingat jasa-jasanya. Selama 17 tahun berkuasa di FIFA, Blatter sudah kawin cerai tiga kali. Jumlah itu termasuk rekor di Swiss.

Blatter mempunyai reputasi yang buruk di mata masyarakat Swiss. Seorang sahabat saya, profesor bidang politik dan mantan wartawan Swiss yang tinggal di Basel, menyebut FIFA sebagai kebobrokan yang sulit diluruskan. Masalahnya, Blatter selalu menggunakan orang lain dalam melakukan berbagai aksinya. Posisi sebagai presiden FIFA sangat bergengsi dan berkuasa.

Kecuali di Amerika Serikat dan Kanada, sepak bola punya pengaruh besar dalam kehidupan masyarakat di mana saja. Honduras dan El Salvador pernah terlibat peperangan sengit karena persoalan sepak bola. Di Afrika, Asia, dan Amerika Latin, bahkan Rusia, Blatter dan pejabat teras FIFA selalu menerima perlakuan VVIP dari pemerintah setempat.

Heidi Blake dalam bukunya, The Ugly Game, menyebutkan bahwa Blatter ketika berkunjung ke Qatar menjelang penunjukan negara itu sebagai tuan rumah Piala Dunia 2022 mendapat fasilitas tidak ubahnya seorang kepala negara. Bahkan, sahabatnya, Bin Hammam, yang saat itu merupakan presiden AFC, dengan senang hati meminjamkan jet pribadinya jika Blatter memerlukan untuk keliling Afrika.

TIDAK diragukan lagi, Swiss adalah negara yang terkenal sangat bersih, baik dalam arti kebersihan yang riil maupun sistem birokrasi yang bersih dari

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News