Gadaikan Emas Istri, Bangun Ponpes dan Membumikan Alquran

Gadaikan Emas Istri, Bangun Ponpes dan Membumikan Alquran
Para santri Ponpes Tahfidz Baitul Qur'an, saat tadarus. Foto: Amal Fadly Senga/Kendari Pos

"Poin ketiga termaktub dalam firman Allah SWT. 'Jika kalian menolong agama Allah, maka aku (Allah, red) pasti akan menolongmu'. Dengan keyakinan itu, pendirian pondok ini pun dimulai. Untuk modal awal, emas istri saya harus digadaikan," kata pria yang akrab disapa H Alfiq ini. 

Bermodalkan emas yang digadaikan, ia pun mulai membangun pondok kecil. Karena tidak ada lokasi, lahan yang digunakan harus disewa. Pertama hanya dua santri, namun lambat laun terus bertambah.

Kehadiran para donator cukup membantu. Apalagi pondok yang sempit ini tidak bisa menampung santri yang ingin memondok. Dengan dermawan yang intens membantu, pondok para tahfidz pun akhirnya memiliki lahan sendiri. Secara perlahan, janji Allah pun mulai menjadi kenyataan. Pondok yang dulunya masih berstatus informal diubah menjadi formal. 

Apalagi santri yang memondok kerap mengeluhkan jadwal sekolah. Makanya, ia pun mulai menggagas lembaga pendidikan resmi. Setelah melalui proses panjang, pada tahun 2012 sekolah yang diidam-idamkan itu bisa beroperasi. Namun untuk tahap awal, hanya tingkat Taman Kanak-anak (TK). Selanjutnya, madrasah Ibtidayyah. "Alhamdulillah, berkah Allah SWT pun terus diperlihatkan. Meskipun dengan fasilitas seadanya, santri yang ingin memondok cukup banyak. Tidak hanya dari Konawe, Konsel, namun juga dari luar provinsi. Diantaranya Papua, Kupang, Batam dan Sulawesi Selatan (Sulsel)," katanya.

Saat ini, santri yang belajar di Ponpes Tahfidz Baitul Qur'an lebih dari 300 orang. Mereka terbagi di beberapa rumah quran. Seperti Masjid Agung Al Kautsar, Masjid Raya Kota Lama, Fadillahtun Nasir BTN I, rumah quran Tapulaga, Tunggala, Beringin dan rumah quran lainnya. Namun kampus utamanya tetap di Baitul Quran Anggoeya, Poasia. Jumlah santri yang memondok belum termasuk santri non-mukim. Sebab ada sekitar 250 santri yang belajar di TPQ maupun melatih hafalan qurannya. Tapi pada bulan Ramadan, santri non-mukim dianjurkan mengikuti kegiatan. 

Mulai pagi hingga ba'da zuhur, para santri non mukim mengikuti rutinitas para santri yang tinggal di pondok. Selain mendapat pelatihan dan pendidikan, para santri membaca Alquran (tilawah), kajian fiqih, akhlaq dan salat Dhuha berjamaah. Bagi orang tua santri tak perlu pusing-pusing memikirkan biaya. Ponpes ini tak menarik biaya sepersen pun. Sejak awal, pendirinya telah memiliki niat untuk terus digratiskan. 

"Saya ingin menepis anggapan sebagian orang. Untuk meraih ilmu, harus mengelurkan biaya. Dalam membumikan Alquran, motto kami yakni keterbatasan ekonomi bukan menjadi penghalang orang menghafal alquran dan menuntut ilmu agama. Kami ingin, Alquran bisa sama dengan HP. Dimana pun mereka pergi, Alquran selalu dibawa-bawa. Melalui rumah quran, saya berharap niat ini bisa tercapai," katanya. (amal fadly senga/muhammad ery/*/b/jpnn)

Berita Selanjutnya:
Ramadan adalah Madrasah...

JIKA kalian menolong agamaku, maka aku pasti akan menolong kalian. Sepenggal firman Allah SWT tersebut menjadi motivasi bagi H. Nur Alfiq Arifin


Redaktur & Reporter : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News