Gangguan Kecemasan, Insomnia, Hingga Trauma Dialami Penyintas COVID dan Anak Muda Indonesia Saat Pandemi

"Karena ingin memberikan informasi gratis untuk teman-teman yang tidak mampu akses ranah kesehatan dan tidak mampu bayar psikolog atau psikiatri," katanya.
"Saya sangat menyadari kemungkinan untuk mengakses professional help terutama psychiatrist itu susah, kemudian dengan ada kolom komentar itu kan mereka bisa berkonsultasi secara gratis ya, dalam tanda petik sebenarnya."
Sementara bagi yang tidak memiliki akses media sosial, dr Santi menyarankan mereka bisa mengakses tenaga profesional di puskesmas menggunakan BPJS.
Lalu, bagaimana cara menenangkan diri sendiri?
Dokter Santi mengingatkan, bila mulai merasa panik, seseorang harus memahami dan menerima dulu apa yang terjadi dengan mereka.
"Terima dulu. Cemas dan depresi itu merupakan hal normal. Sedih itu merupakan respon normal saat kita mengalami suatu pandemi," kata dr Santi.
Setelah itu, coba menganalisis area mana yang terganggu.
"Oh, saya terganggu di daerah fisik ... berarti saya harus melakukan peningkatan kesehatan tubuh supaya tidak terganggu lagi," katanya.
"Apalagi yang terganggu? Oh ternyata pikiran saya yang terganggu, maka saya harus berlatih mengendalikan metode berpikir tentang apa yang bisa saya lakukan hari ini dan mencari solusi yang bisa dilakukan saat ini, ketimbang berpikir tentang masa depan yang belum tentu dan belum pasti."
Omar juga mengaku di saat menahan rasa sakit secara fisik, ia juga memendam rasa bersalah telah menularkan COVID-19 di rumahnya.
- Apa Arti Kemenangan Partai Buruh di Pemilu Australia Bagi Diaspora Indonesia?
- Dunia Hari Ini: Presiden Prabowo Ucapkan Selamat Atas Terpilihnya Lagi Anthony Albanese
- Partai Buruh Menang Pemilu Australia, Anthony Albanese Tetap Jadi PM
- Dunia Hari Ini: Israel Berlakukan Keadaan Darurat Akibat Kebakaran Hutan
- Dunia Hari Ini: Amerika Serikat Sepakat untuk Membangun Kembali Ukraina
- Realisasi Investasi Jakarta Triwulan I-2025 Capai Rp 69,8 Triliun, Tertinggi di Indonesia