Gara-gara Tekuni Film Dokumenter, Iwan Setiawan Kenyang Kena Teror
Hampir Diculik ketika Ungkap Aparat yang Jadi Beking
Rabu, 22 Juni 2011 – 08:08 WIB
Di antara ratusan simpatisan yang datang, yang benar-benar hidup dari film dokumenter memang hanya belasan. "Kami ingin hidup dari film dokumenter. Sampai sekarang masih jarang orang yang mendedikasikan dan benar-benar hidup dari dokumenter," tegasnya.
Menurut Iwan, menekuni film dokumenter seperti bertanam pohon jati. "Hasilnya tidak bisa dipetik tiap bulan, tapi mungkin lima atau enam tahun lagi," tuturnya. Film dokumenter akan semakin dicari saat langka. Misalnya, film tentang pembuat keris kawakan yang sangat terkenal. Saat ini film tersebut belum tentu dijual. "Tapi, kalau sang empu itu sudah wafat, filmnya jadi langka," ujarnya.
Iwan sekarang mengembangkan sebuah perpustakaan audio visual di Yayasan Amerta di Bogor. Selain itu, dia sibuk membuat web. "Siapa pun yang ingin lihat dan up load film dokumenternya bisa gratis," katanya.
Dia mengaku terinspirasi komunitas serupa di Austria. "Saya baru saja pulang dari sana. Di Austria, khusus untuk film dokumenter saja ada 250 production house," ungkapnya.
Bagi sebagian orang, film dokumenter mungkin dianggap tak menarik untuk ditonton, apalagi ditekuni. Tapi, hal itu tak berlaku bagi Iwan Setiawan.
BERITA TERKAIT
- Ninis Kesuma Adriani, Srikandi BUMN Inspiratif di Balik Ketahanan Pangan Nasional
- Dulu Penerjemah Bahasa, kini Jadi Pengusaha Berkat PTFI
- Mengintip Pasar Apung di KCBN Muaro Jambi, Perempuan Pelaku Utama, Mayoritas Sarjana
- Tony Wenas, Antara Misi di Freeport dan Jiwa Rock
- Hujan & Petir Tak Patahkan Semangat Polri Sampaikan Pesan Pemilu Damai ke Wilayah Terluar Dumai
- Tentang Nusakambangan, Pulau yang Diusulkan Ganjar Jadi Pembuangan Koruptor