GEMPA SUMBAR: Memilih Berdiam di Rumah, Ini Alasannya

GEMPA SUMBAR: Memilih Berdiam di Rumah, Ini Alasannya
Seorang ibu menggendong anaknya yang sedang dirawat, keluar dari sebuah Rumah Sakit di Kota Padang. Foto: Foto: Sy Ridwan/Padang Ekspres/JPG

jpnn.com - PADANG – Sesaat setelah terasa guncangan gempa Rabu (2/3) malam, banyak warga panik dan berhamburan keluar rumah. Namun, sebagian warga masih tetap berdiam diri di rumah. Umumnya, mereka mengaku tetap waspada jikalau ada gempa susulan.

Rudi, 33, warga Alanglaweh, mengaku keluarganya masih tetap bertahan di dalam rumah. “Jika ada gempa lagi, kami baru keluar rumah. Kalau pergi mengungsi akan terjadi kemacetan parah. Lebih baik memantau lewat televisi,” ucap Rudi.

Hal senada juga dialami Najmi, 35, warga Siteba yang memilih diam diri di rumah pascagempa melanda. 

“Percuma kalau ngungsi ke tempat ketinggian akan terjebak macet. Biasanya, tunggu beberapa menit kalau ada gempa susulan baru mengungsi,” sebut Najmi.

Berbeda dilakukan Ade, 24, warga Gunungpangilun mengaku memilih mengungsi ke arah Limaumanih. “Orang sudah mengungsi dan sudah ribut di luar. Kabarnya ada mendengar sirine di tepi pantai. Meski pun belum tahu ke mana, saya juga pergi mengungsi,” tutur Ade. 

Sekumpulan mahasiswa kampus III UBH, STKIP PGRI Sumbar, ITP memilih bertahan di kampus dari pada di kos-kosan masing-masing. 

“Kami bertahan sampai menunggu informasi keadaan mulai tenang dan aman. Kalau sudah aman, kami akan kembali ke kos-kosan,” ucap Nita, mahasiswi kampus III UBH ini.

Anehnya, ada juga sebagian warga yang berada di sekitar shelter malah tidak lari ke shelter. Mereka memilih melarikan diri ke tempat ketinggian.
 
“Di lingkungan ko ndak ado yang respons dengan shelter. Kebanyakan saat gempa terjadi, lari ke tempat ketinggian,” sebut Rosnita, warga Gunungpangilun, seraya memotong buncis di depan rumahnya. (cr2/cr5/cr12/cr3/cr4/roy/sam/jpnn)



Redaktur & Reporter : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News