Gila

Oleh: Dhimam Abror Djuraid

Gila
Sejumlah pasien Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) di Bekasi, Jawa Barat. Gambar diambil Agustus lalu. Foto: Ricardo

Pada abad ke-18 para dokter di Eropa menemukan obat untuk menyembuhkan lepra, sehingga penyakit ini bisa dikendalikan dan penderitanya makin sedikit.

Pusat isolasi di rumah sakit yang sudah kadung dibangun harus tetap terisi. Harus tetap ada orang-orang dikucilkan dan disingkirkan, supaya bangunan-bangunan pusat isolasi itu tetap ada isinya.

Maka kemudian orang-orang yang punya perilaku jiwa menyimpang dibawa ke rumah isolasi untuk mengganti para penderita lepra.

Orang-orang yang disebut gila itu menjadi bagian dari skenario peradaban untuk meneguhkan identitas angtara orang waras dengan orang gila yang punya perilaku menyimpang. Rumah sakit jiwa menjadi penanda peradaban modern yang waras.

Orang-orang modern yang sibuk setiap saat sampai tidak punya waktu berkumpul dengan keluarga, disebut sebagai orang yang waras.

Orang yang punya ambisi kekuasan yang meluap-luap sampai menghalalkan segala cara dianggap sebagai orang waras. Publik menganggap perilaku itu bukan sebagai penyimpangan, tetapi sebagai hal yang lumrah.

Orang yang hidup eskatis, zuhud, menolak harta, malah disebut sebagai tidak waras. Orang yang menolak kekuasaan dan tetap memilih menjadi rakyat jelata disebut sebagai tidak waras. Ukuran gila dan waras menjadi jungkir balik di abad milenial ini.

Focault mengatakan orang gila sudah tidak ada sekarang ini, tetapi kegilaan kolektif sekarang terjadi setiap hari di sekitar kita.

Berdasarkan UU, orang yang tidak waras tidak boleh disebut gila, sebagai gantinya diperkenalkan istilah ODGJ.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News