Gong Home, Pabrik Alat Musik Tradisional Tujuh Turunan
Diberi Alat Modern Malah Dimasukkan Gudang
Hingga saat ini Sukarna menjaga tradisi pembuatan gong dengan alat-alat tradisional. Meski pernah mendapat bantuan mesin modern dari pemerintah, semua hanya ditaruh di gudang.
”Pernah coba pakai gerinda bantuan pemerintah, tapi malah susah membuat suara yang pas. Akhirnya balik lagi pakai serutan, sedikit-sedikit dibuat tebal tipisnya sampai suara pas,” sambungnya.
Demikian juga media untuk memanaskan besi, masih menggunakan arang yang disembur dengan alat tradisional. Padahal, saat itu pemerintah memberikan bantuan alat bakar modern berbahan gas. ”Kalau memanaskan tidak boleh terlalu merah, malah gampang pecah. Menempanya kalau terlalu keras juga bisa bolong,” tuturnya.
Sementara itu, Krisna sebagai penerus generasi ketujuh menyatakan siap melanjutkan usaha keluarga tersebut. Dia yakin pasar alat musik tradisional akan tetap ada selama Indonesia masih ada. Saat ini dia sedang menyelesaikan pembuatan gamelan untuk pembeli dari Lampung dan Makassar dengan harga rata-rata Rp 70 juta per set.
”Kami siap membuat sesuai permintaan karena masing-masing daerah jumlah setnya berbeda-beda,” jelasnya. (*/c10/ari)
Penampilan pabrik yang seadanya tidak lantas membuat Gong Home berkelas amatiran. Alat musik tradisional yang dibuat di pabrik berusia 230 tahun
Redaktur & Reporter : Tim Redaksi
- Ninis Kesuma Adriani, Srikandi BUMN Inspiratif di Balik Ketahanan Pangan Nasional
- Dulu Penerjemah Bahasa, kini Jadi Pengusaha Berkat PTFI
- Mengintip Pasar Apung di KCBN Muaro Jambi, Perempuan Pelaku Utama, Mayoritas Sarjana
- Tony Wenas, Antara Misi di Freeport dan Jiwa Rock
- Hujan & Petir Tak Patahkan Semangat Polri Sampaikan Pesan Pemilu Damai ke Wilayah Terluar Dumai
- Tentang Nusakambangan, Pulau yang Diusulkan Ganjar Jadi Pembuangan Koruptor