Gross Split Lebih Berisiko Bagi Investor
Kamis, 18 Mei 2017 – 01:04 WIB

Ilustrasi eksplorasi minyak. Foto: AFP
Sistem tersebut dinilai belum menarik bagi investor karena jumlah yang diterima investor secara neto sama, tetapi lebih berisiko.
Dengan skema cost recovery, bagi hasil migas sudah dapat dilakukan.
Namun, dengan gross split, kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) harus menghitung sendiri.
’’Kalau kontraknya 30 tahun, mungkin BEP-nya baru ketemu 15 tahun atau sepuluh tahun. Ini yang menyebabkan tidak sederhana,’’ tutur Komaidi.
Saat ini, ada 14 item risiko dalam bisnis migas di Indonesia. Dengan sistem gross split, seluruh risiko bisnis ditanggung oleh KKKS.
Meski demikian, Komaidi mengakui bahwa sistem gross split memang lebih sederhana jika dibandingkan dengan sistem cost recovery yang rumit. (dee/c20/noe)
Realisasi investasi di sektor hulu minyak dan gas bumi terus menurun.
Redaktur & Reporter : Ragil
BERITA TERKAIT
- Investasi Jateng di Triwulan I-2025 Capai Rp 21 Triliun
- Pelindo & Kemenhub Dorong Investasi di Sektor Maritim Lewat Indonesia Maritime Week 2025
- MDI Ventures lewat Amvesindo Ambil Peran dalam Peluncuran Maturation Map
- SLB OneSubsea Buka Fasilitas Pengembangan Bawah Laut Baru di Balikpapan
- Realisasi Investasi Jakarta Triwulan I-2025 Capai Rp 69,8 Triliun, Tertinggi di Indonesia
- Ini Salah Satu Pilihan Investasi Optimal di Tengah Tantangan Ketidakpastian Ekonomi Global