Guru Honorer Nonkategori: Kalau Saya Cerita Sedih, Semuanya Akan Bersedih

Guru Honorer Nonkategori: Kalau Saya Cerita Sedih, Semuanya Akan Bersedih
Alus Musyhar Laily, guru honorer nonkategori asal Riau, saat mengadu ke DPR, Kamis (20/2). Foto: M Fathra Nazrul Islam/JPNN.com

"Lalu di ujung bertemu dengan DPRD Provinsi. Alhamdulillah respons beliau-beliau sangat indah, dan saya yakin bapak-bapak (DPR RI) juga akan merespons dengan indah catatan kami," ucap Alus.

Alus lantas menjelaskan posisi para guru honorer nonkategori di Riau terdiri dari tiga kelompok; guru komite murni yang diangkat sesuai SK kepala sekolah, guru bantu daerah tingkat II dengan SK bupati/wali kota dan terakhir guru bantu tingkat I yang mengantongi SK Gubernur.

"Kami ketiga-tiganya ini sudah tidak ada harapan lagi untuk mengikuti CPNS melalui jalur umum, Pak. Dikarenakan kami terbentur usia. Padahal bapak, kalau saya cerita sedih, saya rasa semuanya akan bersedih," tutur Guru di SMPN 1 Seberida ini.

Perempuan yang telah 13 tahun menjadi Cik Gu -sebutan guru di Riau, menjelaskan bahwa para guru komite di daerahnya rata-rata mendapat upah tidak lebih dari Rp700 ribu yang diterima rata-rata 3 bulan sekali karena uangnya dari dana BOS.

Begitu juga dengan guru bantu daerah dan guru bantu provinsi, gajinya tidak lebih dari Rp2,5 juta.

"Itu pun dibayar terkadang ada yang tiga bulan sekali, dua bulan sekali, bahkan pernah dibayar 5 bulan sekali. Itu sangat miris sekali," ungkapnya.

Alus merasa bahwa mereka layak dihargai pemerintah dengan diangkat menjadi PNS. Tanpa tes. Sebab, bicara kuantitas maupun kualitas, mereka tidak kalah dengan para abdi negara yang berstatus PNS.

Secara kuantitas, jumlah mereka banyak dan rata-rata telah mengabdi di atas 10 tahun, bahkan ada yang 20 tahun. Sehingga kalau ditanya pengalaman, tidak usah diragukan lagi.

Puluhan guru honorer nonkategori asal Kabupaten IIndragiri Hulu, Riau, menyampaikan aspirasinya ke DPR.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News