Gusti Prabu Siap Bela Sultan Jogja

Gusti Prabu Siap Bela Sultan Jogja
Gusti Prabu Siap Bela Sultan Jogja

“Saya sangat yakin, sabdotomo itu bukan dari hati nurani beliau. Ada orang picik yang memaksakan kehendaknya,” lanjut Gusti Prabu.

Kembali soal paugeran, ia yakin, HB X paham dan menguasainya. Itu didukung latar belakang HB X sebagai sarjana hukum. Gusti Prabu menegaskan, Sultan yang bertakhta harus laki-laki. Sebab, Keraton Jogja merupakan penerus dinasti Mataram Islam.

“Sultan itu dari kata sulton yang artinya imam. Imam itu harus laki-laki,” kata ayah tiga anak ini.

Demikian pula dengan nama Sultan. Hamengku Buwono menunjuk sosok laki-laki. Hal sama juga merujuk gelar khalifatullah yang berarti umat laki-laki Islam Allah. Begitu pula dengan gelar sayidin  panatagama. Di Islam, lanjut Gusti Prabu, seorang laki-laki wajib melakukan syiar Islam.

“Pertanyaannya, kenapa tidak perempuan? Karena perempuan punya tugas mulia seperti mengandung, melahirkan dan membesarkan dan mendidik putra-putrinya,”  terangnya.

Dosen Jurusan Ilmu Pemerintahan (JIP) UMY David Efendi mengatakan, jabatan publik se-perti gubernur seharusnya tidak boleh diskriminatif atas jenis kelamin. Ada pun soal takhta raja menjadi wilayah internal keraton.

“Sultan atau sultanah jangan intervensi tafsir dalam sabdotomo. Beberapa pihak meminta waspada akan intervensi kuasa kelompok tertentu dalam menyikapi implementasi keistinewaan. Ini artinya, ada persoalan internal dan eksternal yang pelik,” bebernya.

David juga melihat keraton tak satu suara dalam menafsirkan UU No 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan DIJ. Soal suksesi jabatan gubernur telah menimbulkan banyak tafsir.

JOGJA – Sabdotomo Sultan Hamengku Buwono X rupanya tak menghentikan beberapa kerabat, khususnya adik-adiknya bicara soal suksesi. Setelah GBPH

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News