Analisis Pakar soal Habib Bahar Vs Ryan Jombang

Analisis Pakar soal Habib Bahar Vs Ryan Jombang
Habib Bahar bin Smith (kanan) dan Very Idham Henyansyah alias Ryan Jombang (kiri). Foto: Ditjen PAS Kemenkumham.

Setiap narapidana menjalani penakaran risiko dan kebutuhan (risk and need assessment) agar dapat diketahui kemungkinan dia mengulangi perbuatan pidananya.

Bahar Smith memperoleh remisi. Itu tentu didahului penakaran risiko dan kebutuhan juga. Jadi, remisi bagi Bahar dapat diartikan sebagai dua hal. Pertama, pembinaan telah diselenggarakan. Kedua, Bahar merespon positif terhadap program pembinaan.

Dengan kata lain, ringkasnya, pembinaan bagi Bahar berjalan efektif sehingga diyakini kecil kemungkinannya dia akan mengulangi perbuatannya.

Pada sisi lain, Ryan Jombang adalah terpidana mati. Ini pun pasti didahului proses ala penakaran risiko dan kebutuhan pula oleh hakim. Dan ketika hakim menjatuhkan hukuman mati, bahkan bukan hukuman seumur hidup, dapat dimaknai sebagai manifestasi tiga hal.

Pertama, hakim menyimpulkan amat-sangat tinggi peluang si narapidana mengulangi perbuatannya. Kedua, hakim melihat tidak ada bentuk penanganan (rehabilitasi) apa pun yang akan bisa memperbaiki tabiat dan perilaku Ryan.

Ketiga, hakim merasa berkepentingan untuk juga semaksimal mungkin melindungi masyarakat agar terhindar dari risiko dijahati oleh Ryan.

Dari situ bisa dikatakan, perkelahian antara Bahar dan Ryan adalah benturan antara napi berisiko rendah dan napi berisiko sangat tinggi. Antara napi yang dinilai tidak lagi membahayakan masyarakat dan napi dengan tingkat kebahayaan maksimal.

Dengan dasar berpikir itu, maka mari kita tinjau beberapa pernyataan sejumlah pihak.

Pakar psikologi forensik Reza Indragiri Amriel sampaikan analisis kritis terkait duel antara Habib Bahar Vs Ryan Jombang di Lapas Gunung Sindur.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News