Hampir Semua Presiden RI Pernah Menikmati Sate Ayam Ini

Hampir Semua Presiden RI Pernah Menikmati Sate Ayam Ini
Seorang pekerja sedang membakar sate di kampung sate Jalan Lawu, Nologaten, Ponorogo. Foto: Asta Yanuar/Radar Ponorogo/JPNN.com

Proses memasaknya, setelah di-alupi (dicelupkan ke air panas) dengan bumbu khas, tusukan sate baru dicelupkan ke dalam larutan gula merah. Selanjutnya, dibakar dengan arang.

Cara mengipasinya manual, tidak boleh menggunakan kipas angin. ‘’Sekali bakar, biasanya langsung 100-150 tusuk,’’ sebutnya.

Pada musim lebaran seperti ini, produksi di kampung sate bisa berlipat-lipat. Kalau pada hari biasa hanya sekitar 5.000-8.000 tusuk.

Saat lebaran bisa meningkat hingga 20.000 tusuk per hari. Atau butuh 60-80 ekor ayam potong pada hari biasa. Sedangkan saat lebaran mencapai 150 ekor sehari.

‘’Kami pakai ayam potong dengan berat lebih dari tiga kilogram untuk mendapat tekstur daging yang tepat,’’ paparnya.

Harga per porsi Rp 29 ribu untuk campuran dan Rp 30 ribu untuk murni daging. Sedangkan lontongnya Rp 5.000.

Sate ayam ini bisa tahan hingga dua hari jika disimpan di tempat biasa. Bisa tahan lebih lama jika disimpan di kulkas atau freezer.

Untuk menikmatinya lagi tidak perlu digoreng atau dibakar. Sebab, bisa merusak rasa dan kelembutan dagingnya.

Masyarakat luas lebih mengenal Ponoroogo, Jatim, sebagai Kota Reyog. Padahal, Ponorogo juga identik dengan sate ayam.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News